Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KETUA Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja (DPP SP) PT PLN (Persero) Abrar Ali menuding skema penerapan pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT) atau power wheeling sebagai upaya liberalisasi terselubung ala pemerintah.
Pasalnya, skema power wheeling yang diusulkan masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), akan memperbolehkan pihak swasta atau independent power producer (IPP) dapat menyalurkan listrik ke kawasan industri melalui wilayah usaha di luar milik PLN dengan menyewa jaringan PLN. Abrar pun menegaskan pihaknya menentang skema tersebut.
"Kita tetap menolak skema tersebut karena cacat secara hukum, konstitusi dan tidak berpihak pada ekonomi kerakyatan. Skema PBJT ini akal-akalan pemerintah saja, yang kita sebut sebagai liberalisasi terselubung ala pemerintah,” kata Abrar dalam keterangan resmi, Kamis (12/9).
Baca juga : Skema Power Wheeling Dinilai Lebih Merugikan
Abrar menuturkan penolakan skema PBJT karena dianggap bertentangan dengan konstitusi yakni pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengamanatkan sektor strategis menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara. Dalam hal ini diwakili badan usaha milik negara (BUMN).
Menurutnya, jika skema power wheeling diterapkan, otomatis penguasaan negara tidak terpenuhi karena sebagian beralih kepada swasta.
"Kami menolak skema ini karena berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 36/2012 yang menyebut pengelola hajat hidup rakyat tersebut adalah BUMN, bukan swasta," tegasnya.
Baca juga : DPR dan ESDM Pastikan Skema Power Wheeling Masuk RUU EBET
Kemudian, Abrar menyebut sesuai putusan MK No. Putusan 001-021-022/PUU-I/2003, menyatakan bahwa kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan sistem unbundling atau model bisnis yang memecah bagian-bagian usaha, dianggap mereduksi makna yang terkandung dalam pasal 33 UUD 1945.
"Sehingga, sistem unbundling yang berisi skema tersebut juga inkonstusional, dan harus ditolak," imbuhnya.
Hal yang sama, lanjut Ketua Umum DPP SP PT PLN, bila ditinjau dari putusan MK No.111/PUU-XIII/2015 yang menyatakan usaha ketenagalistrikan yang dilakukan secara kompetitif dan unbundling bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945.
Baca juga : Pemuda Atakore Tuntut PLN Mitigasi Bencana Dampak Hadirnya PLTP Atadei
"Dijelaskan, listrik sebagai utilitas publik tidak bisa diserahkan ke mekanisme pasar bebas, karena para pihak mengambil keputusan berdasar pasokan dan permintaan," bilang Abrar.
Karena itu, pihaknya mengusulkan agar pengesahan Rancangan Undang-Undang EBET ditunda. Abrar berpandangan masyarakat, termasuk serikat pekerja berhak memberi masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan UU.
"Proses pembentukan UU EBET harus mengikuti tahapan dengan memuat asas-asas keterbukaan, demokrasi, akuntabilitas dan partisipasi. Jangan karena kepentingan sesaat atau suatu kelompok segala cara dihalalkan,” tukasnya. (J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved