Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
SENIOR Vice President Business Development PT Pertamina Wisnu Medan Santoso mengatakan, Indonesia sudah saatnya beralih ke sumber energi baru, tak hanya terus berkonsentrasi pada minyak dan gas. PT Pertamina bahkan sudah punya roadmap menuju net zero emission 2060. Selain untuk memperkuat ketahanan energi, juga karena adanya peluang bisnis baru dari peralihan energi itu.
"Karena itu kami menindaklanjutinya dengan menyusun roadmap untuk mendukung target net zero emission 2060. Ada dua pilar penting, pertama melakukan dekarbonisasi pada bisnis eksisting. Pilar kedua, membangun bisnis yang sifatnya lebih green, lebih rendah jejak karbonnya," ujarnya dalam diskusi Energizing Tomorrow: Menjawab Tantangan Transformasi Energi Menuju Net Zero Emission di Jakarta, Selasa (10/10).
Dalam upaya menjalankan dua pilar tersebut, sambung Wisnu, Pertamina mengedepankan aspek ketahanan, keterjangkauan, dan keberlanjutan energi. Dua pilar yang menjadi pegangan bisnis Pertamina tersebut membuat perusahaan mengambil upaya kreatif dan inovatif dalam pengembangan energi. Bisnis perusahaan yang selama ini bertumpu pada energi fosil secara perlahan mulai didiversifikasi.
Baca juga : Pertamina Edukasi Pelajar Sekolah Menengah soal Pentingnya Energi Terbarukan
Diversifikasi energi yang erat kaitannya dengan dekarbonisasi acap kali dianggap sebagai beban atau biaya tambahan bagi perusahaan energi. Namun Pertamina justru memandang dekarbonisasi sebagai peluang anyar yang memiliki potensi besar untuk digarap.
"Ada peluang bisnis baru yang bermunculan. Satu, bisnis biofuel. Ini akan sangat besar peranannya, semua yang bersifat bio based. Kedua, renewable power, kita ini memiliki geotermal terbesar di dunia. Selain itu, banyak potensi lain yang bisa dikembangkan," jelas Wisnu.
Peluang lain yang muncul dari tren peralihan energi dan dekarbonisasi berasal dari carbon capture, utilisation and storage (CCUS). Sistem energi yang disebut bisa mengendalikan emisi itu dianggap Pertamina sebagai peluang baru yang menjanjikan.
Baca juga : Pertamina Gandeng Hyundai Motor Kembangkan Ekosistem Hidrogen
Pasalnya Indonesia memiliki potensi besar pada reservoir karbon. Salah satunya berasal dari cekungan migas nasional. Penampungan karbon juga kritikal lantaran saat ini hanya tersisa 9% allowance pembuangan karbon secara global untuk menjaga suhu bumi.
"Sehingga carbon capture menjadi penting dan kritikal. Indonesia punya potensi reservoir yang banyak, kita bisa jadi tempat penyimpanan yang baik," jelas Wisnu.
Hal lain yang juga membuka peluang baru bagi Pertamina ialah adanya tren penggunaan kendaraan berbasis baterai dan listrik. Itu juga sejalan dengan tren energi bersih seperti hidrogen yang digalakkan oleh Jepang.
Indonesia, kata Wisnu, dapat meniru apa yang telah lebih dulu dilakukan negara-negara lain dalam mengembangkan kendaraan berenergi bersih. (E-2)
Peningkatan emisi karbon akibat eksploitasi sumber daya secara masif telah mengancam ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah menargetkan sebanyak 60 blok migas baru ditawarkan kepada investor dengan skema insentif yang lebih kompetitif, dalam dua tahun ke depan.
Porsi energi fosil dalam bauran energi nasional masih dominan yakni di atas 80%.
Target energi terbarukan nasional saat ini mencapai 42,6 GW dengan PLTS sebagai penyumbang terbesar yakni 17,1 GW.
Insentif tersebut bisa menjadi katalis transformasi sistemik, mulai dari peningkatan daya beli masyarakat, pembangunan industri hijau, hingga fondasi ekonomi rendah karbon di masa depan.
Pentingnya pendekatan inovatif dalam pembiayaan proyek energi bersih agar akselerasi transisi energi dapat tercapai.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved