Headline
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.
"Mereka (korban PHK) tentu akan melakukan penyesuaian pola konsumsi, dan jik penyesuaian konsumsi ini tidak sedikit, maka dia tentu akan memengaruhi perkembangan dari konsumsi rumah tangga itu sendiri," tutur Periser dari Center of Reform on Economic (CoRE) Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi, Senin (12/8).
Kondisi itu sedianya telah terkonfirmasi oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan tingkat konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan terbatas. Hal itu menurutnya merupakan refleksi dari masyarakat yang menahan konsumsi.
Konsumsi yang tertahan itu, kata Yusuf, dapat disebabkan oleh pendapatan yang berkurang, harga kebutuhan pokok tinggi, atau keduanya terjadi bersamaan. Itu menurutnya juga tak terlepas dari kondisi maraknya PHK sejak awal tahun ini.
Baca juga : Aspek Indonesia: Marak PHK, Daya Beli Bisa Anjlok
Selain mengencangkan ikat pinggang, banyak masyarakat yang terkena PHK pada akhirnya mengambil opsi untuk menjalankan usaha. Dus, tak heran jika tingkat pekerja informal meningkat secara perlahan.
Sayangnya, pekerja informal memiliki sejumlah lubang seperti jaminan sosial, jaminan kesehatan, dan pendapatan yang tak menentu. "Jadi ini akan berpengaruh terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang," tutur Yusuf.
Pemerintah, menurutnya dapat merespons kondisi itu dengan memberikan relaksasi kepada pekerja informal. Mereka yang menjadi korban PHK dan masuk dalam kategori pekerja informal dapat dibebaskan dari kewajiban pajak sebagai solusi jangka pendek.
Sementara dalam jangka panjang, reindustrialisasi menjadi opsi yang tak bisa ditawar untuk dilakukan oleh pengambil kebijakan. "Ini karena kita paham bahwa sektor industri relatif sektor yang cocok dengan karakteristik angkatan kerja kita saat ini, di mana barrier to entry-nya berada di sifat moderat dibandingkan dengan sektor jasa," kata Yusuf.
"Dan (industri juga) bisa menawarkan upah yang relatif lebih baik, sehingga saya kira kalau kita bicara menurunkan angka pekerjaan informal, maka keberhasilan agenda reindustrilisasi akan ikut menentukan," pungkasnya. (n-2)
ekonom menyebut gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia berpotensi semakin besar, terutama di industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki.
PRESIDEN Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan bahwa dalam periode Agustus 2024 hingga Februari 2025 terjadi pengurangan tenaga kerja secara signifikan.
IKATAN Wartawan Hukum (Iwakum) memberikan bantuan solidaritas kepada para jurnalis yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonedia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam menyatakan bahwa badai pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak hanya terjadi di Indonesia.
WAKIL Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengaku prihatin terhadap fenomena maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini.
Kebijakan sepihak tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Apalagi, para pekerja yang diberhentikan tidak diberikan penjelasan atau alasan yang logis oleh pihak perusahaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved