Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
TREN peningkatan suku bunga acuan sejumlah bank sentral diperkirakan masih akan terus terjadi. Ini dilakukan untuk mengendalikan tingkat inflasi di masing-masing negara akibat naiknya harga pangan dan energi.
Ketatnya kebijakan moneter di lingkup global itu dinilai akan memberi dampak pada kebijakan moneter di dalam negeri. Bank Indonesia dianggap perlu melakukan penyesuaian agar imbas kebijakan hawkish di level internasional.
Baca juga: Jokowi Dinilai Berhasil Bangkitkan Ekonomi Indonesia Lewat Investasi
"Dampak dari kebijakan suku bunga ketat di lingkup global kepada Indonesia adalah capital outflow, sehingga terjadi depresiasi seperti yg dialami rupiah saat ini. Oleh sebab itu penting menjaga rate differential agar mengerem laju arus modal keluar," ujar ekonom makroekonomi dan keuangan LPEM UI Teuku Riefky saat dihubungi, Sabtu (17/12).
BI, lanjut dia, sedianya juga mengetatkan kebijakan suku bunga acuannya. Namun langkah yang diambil otoritas moneter itu dinilai relevan untuk mengendalikan kenaikan inflasi serta ekspektasi di dalam negeri.
Setidaknya BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 175 basis poin sejak Agustus 2022 menjadi 5,25%. Riefky menilai kebijakan tersebut terbilang berhasil mengendalikan pergerakan inflasi serta ekspektasi pasar.
"Sejauh ini kita sudah melihat iniflasi relatif terkendali dan sudah menurun, jadi suku bunga acuan cukup efektif," tuturnya.
Inflasi per November 2022 tercatat 5,42% (year on year/yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat 5,71% (yoy). Realisasi inflasi tersebut lebih rendah dari prakiraan awal pascapenyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yakni di kisaran 6%-7%.
Inflasi yang terkendali juga terjadi pada komponen inti, di mana per November 2022 tercatat di level 3,30% (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang 3,31% (yoy). Namun Riefky menilai itu tidak semata terjadi karena kebijakan suku bunga BI, melainkan dari dorongan kebijakan lain yang selaras dan mendukung.
"Bauran kebijakan moneter dan langkah pengendalian inflasi lainnya seperti intervensi TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) juga cukup krusial," kata dia.
Riefky menilai BI masih akan kembali melakukan kebijakan suku bunga yang ketat dalam beberapa waktu mendatang. Selain bertujuan mengendalikan inflasi, langkah itu juga dinilai berfungsi untuk menjaga kekuatan stabilitas rupiah.
"Outlooknya BI masih akan terus melakukan pengetatan untuk menjaga rate differential dengan suku bunga AS agar menahan laju depresiasi," pungkasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved