Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
BANK Indonesia (BI) selaku otoritas moneter mesti cermat dalam mengambil kebijakan suku bunga acuan. Jangan sampai langkah yang diambil terlalu agresif dan justru berdampak buruk bagi perekonomian.
"Kalau inflasi cenderung tidak tinggi ke depan dengan outlook di bawah 6%, seharusnya dalam menaikkan suku bunga harus moderat, untuk mengimbangi saja," kata Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam rilis pers bertema Waspada Perlambatan Ekonomi Akhir Tahun secara daring, Selasa (8/11). "Kalau agresif, implikasinya ialah pertumbuhan ekonomi kita terhambat dengan cara kita sendiri, dengan disengaja. Jadi kalau pun harus naik, itu harusnya level moderat, apalagi kalau inflasinya tidak naik. Ini karena sektor riil butuh suplai kredit yang cukup untuk memastikan terhindar dari pelambatan ekonomi," tambahnya.
Naiknya suku bunga acuan bank sentral tak dipungkiri bakal mengerek tingkat bunga kredit perbankan. Dikhawatirkan tingginya bunga acuan BI akan memperketat likuiditas perbankan dan menghambat penyaluran pinjaman yang saat ini memiliki tren bertumbuh.
Per September 2022, misalnya, tingkat penyaluran kredit perbankan berada di level 10,8%. Di satu sisi, ini menggambarkan pulihnya perekonomian lantaran aktivitas konsumsi bertumbuh. Namun di saat yang sama tingkat Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami penurunan dari 8,2% di Agustus 2022 menjadi 7,2% di bulan berikutnya.
"Kalau posisi demikian, artinya besar kemungkinan memang akan ada perang bunga (perbankan) untuk menjaga likuiditas, mengupayakan ada lebih di dalam likuiditasnya, sehingga bank menaikkan bunga. Ini sejalan dengan tren global. Ini ke depan tidak bisa dihindari," kata Eko.
Baca juga: Ekonomi Indonesia Diprediksi Melambat pada Triwulan IV
"Kalau bunga (perbankan) naik, otomatis lama kelamaan akan memperlambat permintaan kredit dan berakhir pada perlambatan ekonomi. Jadi kalau ada penyesuaian kebijakan suku bunga (BI), itu harus moderat dengan melihat inflasi," tambahnya.
Menyoal resesi dunia, Indef meyakini Indonesia tak akan mengalami hal serupa. Namun itu bukan berarti Indonesia jemawa lantaran sejumlah tantangan menanti di depan mata.
Perlambatan ekonomi diperkirakan tetap terjadi meski tak akan bermuara pada resesi. Namun kewaspadaan tetap diperlukan agar yang terjadi pada ekonomi global tak merembes ke dalam negeri. (OL-14)
Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan di level 5,50% dipandang sebagai langkah konservatif yang tepat di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan, atau BI Rate di level 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 dinilai sebagai langkah yang tepat.
Fixed Income Research PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Karinska Salsabila Priyatno menilai ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat sangat terbatas.
KETIDAKPASTIAN arah kebijakan moneter Amerika Serikat kembali menjadi perhatian setelah desakan terbuka Presiden Donald Trump agar Federal Reserve memangkas suku bunga acuan.
BTN mempertegas posisinya sebagai pemimpin pembiayaan perumahan nasional dengan menggelar Akad Kredit Massal KPR Non-Subsidi secara serentak di lima kota besar
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved