Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
GABUNGAN Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyebut banyak pedagang minyak goreng curah dadakan yang hadir di tengah masyarakat belakangan ini.
Adanya disparitas harga menjadi alasan munculnya pedagang minyak goreng baru. Dalam catatan Ombudsman, disparitas harga berkisar Rp8-9 ribu per kilogram antara harga DPO atau domestic price obligation, harga eceran tertinggi (HET) dengan harga pasar.
Baca juga: Bank bjb Selenggarakan RUPST Tahun Buku 2021, BJBR Tebar Dividen Rp1,042 Triliun
"Soal disparitas, seseorang bisa menjadi pedagang dadakan, 'Ah saya simpen dulu siapa tahu berubah harganya, baru saya jual', pikirnya," kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (30/3).
Banyak oknum yang dinilai GIMNI bakal memanfaatkan peluang disparitas harga dengan menjadi pedagang minyak goreng dadakan karena ada kesempatan menjual produk itu.
"Kalau soal akal-akalan dilapangan, memang para pedagang ini akalnya banyak," ungkap Sahat.
Menurutnya, perlu ada pengawasan yang kuat dari pemerintah dan aparat soal distribusi minyak goreng agar tidak terjadi kelangkaan atau maraknya spekulan minyak goreng.
"Masyarakat kita yang banyak ini memang perlu dijaga dengan harga Rp 14 ribu per liter (minyak goreng curah). Perlu ada kontrol yang kuat di lapangan," tegas Sahat.
GIMNI mengklaim tidak ada masalah soal produksi minyak. Tahun ini diperkirakan total produksi minyak mencapai 49 juta ton, sementara kebutuhan minyak goreng untuk pasar domestik sebesar 4,9 juta ton.
"Pak Mendag (Muhammad Lutfi) bilang mengumpulkan 465 ribu kilo liter (minyak goreng), sedangkan kebutuhan masyarakat sendiri itu 319 ribu kilo liter. Tapi kok banyak hilang? Ini masalah disparitas harga," pungkas Sahat. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved