Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Stabilkan Harga Minyak Goreng, DPR: Pajak Ekspor Produk Turunan CPO Dinaikkan

 M. Ilham Ramadhan Avisena
10/1/2022 17:03
Stabilkan Harga Minyak Goreng, DPR: Pajak Ekspor Produk Turunan CPO Dinaikkan
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade.(Ist/DPR)

ANGGOTA Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menyoroti perihal harga minyak goreng yang melambung tinggi sejak 2021 kemarin.

Menurutnya, operasi pasar yang sudah dilakukan berkali-kali oleh Kementerian Perdagangan tidak efektif dalam mengendalikan harga minyak goreng didalam negeri.

"Kami menilai operasi pasar tidak begitu efektif menurunkan harga minyak goreng dalam negeri, karena itu selain mengusulkan DMO (Domestic Market Obligation) untuk sawit, saya juga mengusulkan diberlakukannya bea keluar atau pajak ekspor produk turunan CPO seperti minyak goreng yang lebih tinggi agar harga dalam negeri lebih stabil" jelas Andre melalui keterangan tertulis, Senin (10/1).

Menurut Andre, secara filosofis perbedaan besaran pajak antara CPO (Crude Palm Oil) dengan produk turunannya seperti RBD Palm Olein atau RBD palm oil masuk akal.

Karena dengan adanya perbedaan pajak tersebut, pengusaha mendapat insentif agar tidak mengekspor barang mentah. Namun, untuk saat ini menjaga stabilitas harga minyak goreng dalam negeri lebih urgent.

"Kita usulkan agar pajak yang dikenakan untuk turunan produk CPO besarannya mendekati pajak ekspor untuk CPO. Selama ini perbedaaan pajak antara CPO dengan produk turunannya antara US$125 sampai dengan US$160 per ton" terangnya.

Lebih lanjut, anggota Fraksi Gerindra itu menjelaskan, menaikkan besaran pajak kepada eksportir minyak goreng sawit dapat dilakukan sambil mendorong pemerintah mengeluarkan regulasi terkait mekanisme DMO terhadap pengusaha sawit.

"Tingginya harga minyak goreng dalam negeri saat ini sudah masuk fase kritis, bahkan di Kalimantan saya mendapat informasi bahwa harga minyak goreng mencapai Rp43 ribu per kemasan 2 liter," katanya.

"Sehingga perlu intervensi terukur yang dilakukan oleh pemerintah agar harganya dapat terkendali, misalnya dengan menetapkan pajak ekspor minyak goreng Rp2.500 hingga Rp3.000 per kilogramnya. Tentu soal ini harus dibicarakan dengan banyak pihak terkait agar tidak menimbulkan disinsentif," ungkap Andre

Menurut dia, naiknya bea keluar untuk produk turunan CPO seperti minyak goreng diharapkan kebutuhan dalam negeri akan minyak goreng dapat terpenuhi dengan harga yang wajar.

Di sisi lain, dia menyoroti soal pentingnya pemerintah mengatur tata niaga sawit agar lebih menguntungkan banyak pihak.

"Tata niaga CPO dan produk turunannya harus diperhatikan betul oleh pemerintah, sehingga komoditas ini tidak hanya menguntungkan sekelompok pihak saja. Naiknya harga CPO dunia beberapa waktu ini sudah sangat menguntungkan bagi eksportir-eksportir yang ada. Saatnya, pemerintah berpihak kepada masyarakat lebih luas" terang Andre.

Andre menambahkan, usulannya terkait menaikkan pajak ekspor minyak goreng ini akan disampaikan langsung kepada Menteri Perdagangan saat rapat kerja Komisi VI DPR di masa sidang mendatang.

"Masa sidang depan, Komisi VI DPR akan mengadakan rapat kerja bersama Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi untuk mencari solusi persoalan tingginya harga minyak goreng ini," kata Andre.

Seperti diketahui, negara tujuan ekspor CPO Indonesia meliputi Tiongkok, India, Pakistan, Malaysia dan USA dengan nilai ekspor minyak sawit di Juni 2021 mencapai US$18,55 miliar.

Indonesia saat ini masih menguasai pangsa pasar CPO dunia dengan menguasai sekitar 53,5% dari total ekspor CPO dunia. (Mir/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya