Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
LEMBAGA pemeringkat S&P menyematkan outlook negatif kepada Indonesia. Faktor yang disorot oleh S&P terkait risiko fiskal Indonesia di tengah kondisi pandemi.
Senior Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Syuhada Arief mengatakan hal itu. Risiko fiskal ini sebagai implikasi dari stimulus untuk membantu pemulihan akibat pandemi. Fenomena ini bersifat global yang dialami oleh semua negara di dunia untuk mengatasi efek negatif pandemi.
"Dalam praktiknya pemerintah disiplin dalam memperbaiki postur anggaran. Ini terlihat dalam defisit anggaran per September 2021 yang turun menjadi 2,74% dari 4,41% di September tahun lalu. Perbaikan yang berkesinambungan ini yang kami percaya akan meyakinkan Credit Rating Agency untuk tidak menurunkan sovereign rating Indonesia," kata Syuhada, Jumat (26/11).
Di samping itu, dia melihat reformasi perpajakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan Oktober lalu dapat berdampak positif pada rating outlook Indonesia. Dengan UU HPP, pendapatan pajak dapat dioptimalkan sehingga target defisit fiskal pemerintah untuk kembali ke level di bawah 3% dari PDB di 2023 menjadi lebih realistis.
Baca juga: OJK Ungkap Kredit Tumbuh Rp5,65 triliun per Oktober 2021, Tanda Ekonomi Membaik
"Jadi dengan ekspektasi pemulihan ekonomi yang lebih baik dan pendapatan pajak yang lebih dioptimalkan dapat menjadi faktor positif untuk rating outlook Indonesia," kata Syuhada. (OL-14)
Hingga April 2025, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp100 triliun atau 33,1% dari target, tumbuh 4,4% (yoy), utamanya didorong oleh lonjakan penerimaan bea keluar.
Jose juga menyoroti pentingnya peran UMKM dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional. Ia menilai bahwa dalam setiap krisis, UMKM selalu menjadi penyelamat ekonomi.
(APBN) hanya mampu memenuhi sekitar 12,3% dari total kebutuhan pendanaan aksi iklim yang diperkirakan mencapai Rp4.000 triliun hingga 2030.
PEMERINTAH dipandang perlu untuk segera memperbaiki kebijakan fiskal dan kebijakan lainnya yang dinilai mengkhawatirkan oleh pelaku pasar dan investor.
MANAJER Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi menilai ada anomali dalam pengelolaan fiskal Indonesia.
Pengamat perbankan Arianto Muditomo memperkirakan utang luar negeri (ULN) pada pemerintah Presiden Prabowo Subianto akan terus melonjak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved