Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
LITERASI asuransi di Indonesia dinilai masih rendah. Direktur Utama PT BRI Insurance (BRINS) Fankar Umran mengatakan, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan pada tahun 2019 literasi asuransi di Indonesia berada di angka 19,4%. Angka ini tergolong rendah dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Menurut Fankar, berdasarkan data literasi keuangan OJK, ada kecenderungan daerah-daerah yang sulit dijangkau memiliki angka literasi yang lebih rendah dibanding kota besar, yang ia sebut sebagai ‘The Unreached & The Less Literated’
“Literasi harus dilakukan secara masif dengan cara-cara yang inovatif. Sebab, tantangannya begitu besar, mulai dari aksesibilitas, tingkat edukasi, demografis sampai faktor geografis,” kata Fankar Umran dalam diskusi virtual.
Menurutnya, literasi asuransi secara digital lebih efektif karena memiliki daya jangkau yang lebih luas tanpa perlu bertatap muka. Selain itu aksesibilitas lebih efisien, milenial friendly dan approachable untuk para pengguna sosial media.
“Fakta bahwa 85% transaksi digital didukung oleh generasi milenial dan Z. 59% populasi Indonesia aktif menggunakan sosial media,” katanya.
Fankar meyebut ada sejumlah rintangan, di antaranya jarak usia dan keterbatasan akses teknologi di daerah pedalaman. Hal itu menjadi penentu keberhasilan penggalangan literasi asuransi secara digital.
Baca juga : Raih WTP, Achsanul Apresiasi Kinerja BNPB
“Ada 4 hal yang menjadi strategi meningkatkan literasi dan inklusi asuransi. Pertama, memberdayaan komunitas dan asosiasi sebagai agen literasi. Kedua, pengembangan produk yang sesuai kebutuhan masyarakat. Ketiga, menciptakan tren yang saat ini menjadi social currency bagi generasi milenial dan yang keempat, utilisasi saluran distribusi,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, dengan melakukan pemberdayaan melalui kerja sama dengan komunitas, koperasi, asosiasi, atau industri lain sebagai agen literasi, hal ini dapat menjangkau masyarakat lebih luas.
"Menciptakan sebuah tren atau trendsetting yang menjadi social currency, seharusnya menjadi fokus untuk berkomunikasi dengan generasi milenial dalam melakukan literasi finansial," kataya.
Selain itu, kata Fankar, utilisasi menjadi jawaban masyarakat Indonesia yang belum digital savvy dan berada di rural area. Kerja sama dengan agen bank lakupandai berperan penting untuk melakukan penetrasi ke masyarakat dengan dibekali pelatihan edukasi.
“Literasi secara digital dengan intermediary dapat menjadi solusi atas tantangan geografis, cost effectiveness, dan tentu saja dapat menjangkau wide-range, terlebih ditengah masa pandemi seperti ini,” katanya. (Medcom/OL-7)
ARTIKEL Willy Aditya, Ketua Komisi XIII DPR RI dan pengusul RUU tentang Perbukuan, di Media Indonesia (14/8), mewakili kegundahan para pelaku perbukuan tentang suramnya dunia buku di Tanah Air.
Melalui podcast tayangan langsung di YouTube selama 25 jam nonstop, program ini mengupas beragam tema literasi keuangan digital, khususnya mengenai pinjaman daring yang sehat dan legal.
"BBW hadir tidak hanya sebagai bazar buku terbesar, tapi juga sebagai gerakan untuk menghadirkan buku berkualitas dengan harga terjangkau bagi semua kalangan,"
NCC 2025 menggandeng Gerakan Pemuda Ansor sebagai mitra strategis dalam memperluas literasi dan kesadaran keamanan siber hingga ke lapisan masyarakat paling bawah.
Literasi keuangan bukan hanya penting di kota besar seperti Jakarta, tetapi juga bagi masyarakat di daerah-daerah.
Berdasarkan survei Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) 2023, 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap memasuki masa pensiun
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved