Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Ketua Banggar DPR Sebut 76% Penerima Subsidi LPG 3Kg Salah Sasaran

Insi Nantika Jelita
01/6/2021 22:52
Ketua Banggar DPR Sebut 76% Penerima Subsidi LPG 3Kg Salah Sasaran
Tabung LPG 3 kg(MI/Andri Widiyanto)

KETUA Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mendesak pemerintah untuk memperbaiki data penerima subsidi LPG 3 kilogram. Menurutnya, selama ini penerima subsidi tersebut dianggap tidak tepat sasaran. Hal itu disampaikan dirinya saat pidato Rapat Kerja Banggar DPR terkait Penyusunan RAPBN 2022 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (31/5).

Dari data yang diketahui Said, subsidi LPG dinikmati masyarakat miskin sekitar 24% dari total penyaluran. Sementara sisanya, sebesar 76% dituding masuk ke kantong orang kaya, bahkan pejabat pemerintah.

"Masyarakat miskin dan rentan yang masuk dalam kelompok 40% hanya menikmati 26% dari subsidi listrik. Begitu pula dengan LPG 3 kg, 30%rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah hanya menikmati 24% dari subsidi LPG 3 kg, sementara 76% dinikmati oleh kelompok yang lebih mampu," kata Said dikutip laman resmi DPR RI, Selasa (1/6).

Dia menuturkan, konstitusi telah mengamanatkan bahwa penyaluran subsidi seharusnya bersifat by name by address. Said pun mendorong pemerintah memperbaiki data penerima subsidi tersebut pada 2022 karena dianggap data penerima tidak valid secara keseluruhan.

Baca juga : Permintaan Gas Rendah, Medco Alami Kerugian pada 2020

"Saya melihat, kebijakan manajemen pengelolaan subsidi yang digunakan selama ini masih memiliki kelemahan yang mendasar, mulai dari validitas data, pengendalian harga hingga volume," jelas Politisi PDI Perjuangan itu. 

Said juga meminta pemerintah melakukan perbaikan yang signifikan terhadap kebijakan sektor minyak dan gas (migas), baik dari sisi produksi (lifting) maupun penerimaan. Hal ini krusial, sehingga mampu meningkatkan pendapatan negara dari sektor migas pada tahun 2022. 

Selain itu, Said berpendapat penentuan skema gross split atau cost recovery yang sudah mengalami tiga kali perubahan juga menjadi persoalan di sektor migas. Perubahan ini menunjukkan, skema yang ditawarkan oleh pemerintah, baik dalam bentuk cost recovery atau gross split, memiliki titik lemah baik bagi pemerintah maupun investor sendiri. Sehingga, perlu segera diperbaiki.

"Saya berharap persoalan klasik yang selalu muncul, mulai dari sumur dan fasilitas produksi migas yang telah menua, aktivitas eksplorasi baru yang belum memadai, peralatan teknologi yang ketinggalan hingga persoalan kebijakan dan kompleksitas birokrasi yang masih kurang efisien, bisa kita temukan solusinya," tandas Said. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya