Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ditjen Pajak Bakal Panggil Ribuan Nama Tersangkut Panama Papers

Nuriman Jayabuana
16/4/2016 13:54
Ditjen Pajak Bakal Panggil Ribuan Nama Tersangkut Panama Papers
()

DIREKTORAT Jenderal Pajak siap memanggil satu per satu nama wajib pajak Indonesia yang tersangkut dalam dokumen Panama Papers. Ditjen Pajak akan mengklarifikasi kepemilikan paper company wajib pajak dan membandingkan kewajiban pajak yang seharusnya dibayar dengan yang tercantum di dalam SPT pajak.

Ketua BPK Harry Azhar telah dipanggil untuk mengklarifikasi SPT pajaknya.

“Siapapun bisa kita panggil untuk klarifikasi,” ujar Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi di kantornya, Jumat (16/4).

Menurutnya, seluruh nama pejabat publik dan pengusaha yang tercantum di dalam dokumen Panama akan dipanggil menghadap Ditjen Pajak. Terlebih, data milik Ditjen Pajak memiliki tingkat kecocokan sebesar 79% dengan Panama Papers.

“Oh pasti (satu per satu dipanggil), tapi mungkin tidak semuanya ke pusat, cukup di masing masing kantor wilayah wajib pajak. Dan yang penting, dipanggil klarifikasi itu belum tentu salah,” kata Ken.

Ken mengatakan, banyak pelaku bisnis yang mendirikan special purpose vehicle (SPV) atau paper company secara legal di negara tax haven untuk keperluan bisnis.

“SPV atau paper company dalam hal bisnis itu biasa. Tapi, menjadi tidak biasa kalau tidak dimasukan ke dalam SPT,” kata Ken.

Petugas pajak akan mengecek dan mengklarifikasi apakah paper company tersebut memang sudah dilaporkan ke dalam SPT.

“Dan apakah sudah bayar pajaknya,” kata dia.

Ia menambahkan, di dalam databasenya juga banyak perusahaan BUMN yang terdata mendirikan paper company di Cayman Island dan Hongkong.

“Ga ada masalah kalau sudah masuk ke SPT, hanya tinggal lihat hitung-hitungannya aja nanti.”

Pada kesempatan itu, Ketua BPK Harry Azhar mengakui kepemilikan atas paper company yang ia dirikan di Hongkong, Sheng Yue International Limited.

Menurut pengakuannya, ia sengaja mendirikan SPV tersebut hanya dengan H$1 ketika masih menjabat sebagai anggota parlemen pada 2010. Dia berniat menjadikan paper company itu sebagai entitas usaha anaknya kelak.

“Kepada Dirjen Pajak saya melaporkan perusahaan itu yang sudah tidak ada lagi,” kata dia.

Perusahaan tersebut telah ia jual kembali sejak akhir 2015. Ia mengklaim sejak didirikan paper company itu tidak pernah ia gunakan untuk bertransaksi atau memindahkan aset kepemilikannya ke entitas tersebut.

“Jadi ini semacam hanya terdaftar saja,” kata dia.

Ekonom Dradjad Wibowo meyakini pemanfaatan paper company di negara suaka pajak memiliki berbagai tujuan, mulai dari penyembunyian aset hingga penggelapan pajak.

“Yang jelas minimal mereka ingin menyembunyikan aset. Tapi secara praktis, saya hakul yakin itu kebanyakan ingin menghindari pajak,” kata dia.

Dari sejumlah nama Indonesia yang tersangkut Panama Papers, ia menilai lebih banyak terungkap sejumlah nama pengusaha besar.

“Mungkin boleh dikatakan hampir semuanya itu pengusaha, dan belum banyak melibatkan pejabat negara. Pejabat kita memang kebanyakan belum banyak yang paham skema pendirian SPV untuk menutupi korupsinya, cenderung lebih suka uangnya cash and carry,” kata dia.

Menurutnya, tinggal dilakukan semacam operasi intelijen untuk menelusuri tindak penghindaran pajak.

“Ya semua itu tinggal dicocokan saja dengan SPT-nya. Saya hakul yakin itu mungkin belum dibayarkan pajaknya.”

Dradjad mengatakan pembentukan dan penutupan perusahaan cangkang di tax haven umumnya begitu mudah.

“Ya kalau misalnya saja nama saya sekarang muncul di situ atas perusahaan saya namanya bla bla bla, itu bisa saja langsung saya kosongkan. Kecuali kita punya legal dokumen yang menyatakan bahwa ada transaksi, ya itu ga akan bisa ditelusuri. Jadi pemerintah tau ada penggelapan pajak, tapi ga bisa dihitung berapanya,” kata dia.

Wakil Ketua Umum Kadin bidang UMKM, Koperasi dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menjelaskan, pemanfaatan SPV di negara tax haven sangat lazim dilakukan di dalam dunia usaha dan investasi.

“Dan malahan bahkan ada beberapa financier (pemodal) yang baru akan menggelontorkan dana dengan mensyaratkan penggunaan SPV dulu. Ya alasannya karena pendiriann SPV sangat simpel, tidak bertele-tele, dan kepastian hukumnya sudah teruji,” ujar dia kepada Media Indonesia.

Sandiaga mengatakan juga perlu dibedakan penggunaan SPV offshore yang legal secara hukum dan yang ilegal.

“Alhamdulillah saya tidak pernah melakukan transaksi ilegal dan seluruh kewajiban pajak juga selalu dipenuhi. Tentunya akan saya disclose secara rinci dan terang benderang,” kata dia.

Terkuaknya data Panama Papers, ujar dia, merupakan pembelajaran agar Indonesia bisa mendorong perbaikan iklim investasi di dalam negeri.

“Sehingga kebutuhan untuk membentuk SPV bisa diatasi. Mungkin kita bisa memulainya dengan KEK Batam,” pungkas Sandi. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya