Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

APRDI Jelaskan Reksa Dana Terproteksi Tetap Ada Risiko

Fetry Wuryasti
19/5/2021 20:50
APRDI Jelaskan Reksa Dana Terproteksi Tetap Ada Risiko
Petugas sedang memberikan penjelasan mengenai surat utang negara ritel.(Antara/Nova Wahyudi)

BUNTUT dari  surat utang korporasi yang mengalami gagal bayar atau default menimbulkan diskusi mengenai nasib Reksa Dana Terproteksi (RDT) yang mendasarkan surat utang yang default itu sebagai underlying asetnya. 

Beberapa pihak berpendapat bahwa RDT sesuai dengan namanya akan memberikan proteksi atas nilai investasi dan imbal hasilnya sehingga tidak ada risiko default/gagal bayar.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa RDT adalah produk aman tanpa risiko karena jika aset dasarnya bermasalah maka Manajer Investasi lah yang bertanggung jawab atas pengembalian pokok dan imbal hasilnya.

Meluruskan pemahaman tersebut, Dewan Asosiasi Pelaku Reksa Dana & Investasi Indonesia (APRDI) menjelaska pemahaman atas RDT sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Mengambil referensi dari laman sikapiuangmu.ojk.go.id disebutkan bahwa Reksa Dana Terproteksi adalah jenis Reksa Dana yang akan memproteksi 100% pokok investasi investor pada saat jatuh tempo.

Reksa Dana ini memiliki jangka waktu investasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh Manajer Investasi, Namun dapat dicairkan sebelum jatuh tempo tanpa jaminan adanya proteksi akan pokok investasi.

Berbeda dengan Reksa Dana Terbuka dan Reksa Dana Indeks, Reksa Dana Terproteksi memiliki masa penawaran sehingga investor hanya dapat membeli Reksa Dana ini pada saat tertentu saja.

Terkait manfaat, risiko, kewajiban, serta cara membeli Reksa Dana Terproteksi relatif sama dengan produk atau jenis Reksa Dana lainnya.

"Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa RDT memberikan proteksi nilai investasi awal pada tanggal jatuh tempo yang ditetapkan Manajer Investasi," Direktur Eksekutif Dewan APRDI Mauldy Rauf Makmur, melalui keterangan yang diterima

Nilai proteksi tersebut dicapai melalui mekanisme investasi, dimana minimum 70% aset RDT harus diinvestasikan pada efek hutang dengan peringkat layak investasi sehingga dapat menghasilkan nilai proteksi atas pokok pada tanggal jatuh tempo.

"Dengan kata lain tidak ada penjaminan atas pokok investasi oleh Manajer Investasi. Karena nilai proteksi dicapai melalui mekanisme investasi, maka benefit dan risiko yang melekat pada aset dasar RDT, sepenuhnya menjadi benefit dan risiko investor RDT. Termasuk resiko default/gagal bayar penerbit efek hutang. Kondisi yang berlaku sama dengan jenis reksa dana lainnya," kata Mauldy.

Dalam kondisi terjadi penurunan peringkat atau terjadi default/gagal bayar atas efek hutang aset dasar RDT, maka sebagai bentuk fiduciary duty Manajer Investasi wajib melakukan langkah-langkah terbaik yang diperlukan untuk menjaga keamanan dana investor.

Caranya bermacam-macam, bisa dalam bentuk penggantian portfolio, melakukan negosiasi dengan penerbit efek hutang, melakukan restrukturisasi, dan lain-lain.

"Langkah yang ditempuh ini wajib dikomunikasikan dengan baik kepada investor RDT," kata Mauldy.

Lebih Kritis

Prihatmo Hari Mulyanto, Ketua Presidium Dewan APRDI menegaskan Reksa Dana Terproteksi bukan berarti bebas risiko. Risiko yang melekat pada aset dasarnya tetap harus dihadapi oleh investor RDT.

Oleh karena itu investor dihimbau untuk mempelajari dan mengkritisi Prospektus dan Dokumen Keterbukaan Produk yang disiapkan oleh Manajer Investasi sebelum memutuskan membeli RDT tersebut.

Dewan APRDI menghimbau kepada para investor RDT yang aset dasarnya berpotensi mengalami gagal bayar/default untuk berkomunikasi dengan baik kepada Manajer Investasinya. Menanyakan langkah-langkah apa yang akan dilakukan oleh Manajer Investasi.

Dewan APRDI juga menghimbau masyarakat luas agar menyampaikan informasi terkait RDT sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta common practice di industri.

"Serta menghindari untuk menyampaikan pendapat dan opini pribadi yang tidak sesuai, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerancuan informasi pada masyarakat luas," kata Prihatmo. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya