Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Wah Saham Indosat Auto Reject Bawah, Merger bakal Mundur ?

Raja Suhud
22/3/2021 16:45
Wah Saham Indosat Auto Reject Bawah, Merger bakal Mundur ?
Petugas membenahi BTS milik operator telekomunikasi.(Antara/Dwi Apriani)

Pergerakan harga saham PT Indosat Ooredoo dalam sepekan terakhir cukup dinamis. Geraknya mirip-mirip roller coaster. 

Setelah pekan lalu bergerak menguat, mengawali pekan ini saham operator telekomunikasi yang sedang dalam tahapan penjajakan merger dengan Hutchinson 3 Indonesia, berbalik arah. Saham Isat-demikian kode perdagangan sahamnya-menyentuh batas bawah perdagangan atau  auto reject bawah (ARB).

Saham Indosat dibuka pada level Rp 6.700 per lembar saham dan langsung meluncur turun menuju Rp6.500. Penurunan makin deras sekitar  pukul 10.30 sehingga akhirnya terkapar di level Rp6.200  menjelang pukul 11.00.  

Asing melepas saham Indosat senilai Rp5 miliar setelah sepekan terakhir cukup rajin mengkoleksi saham Isat. Padahal pada  pekan lalu dalam satu hari perdagangan, asing bisa mengkoleksi saham Isat mencapai Rp40 miliar. 

Hal ini menimbulkan spekulasi berkembang akan keberlanjutan rencana konsolidasi antara Isat dan Tri. Apalagi tenggat waktu yang disepakati dalam  MoU  kedua belah pihak pada akhir tahun lalu semakin dekat, yakni akhir April 2021. Atau tersisa tinggal 1 bulan lagi.

Riset dari BRI Danareksa sekuritas mengenai industri telekomunikasi menyebutkan bahwa kesepakatan merger keduanya baru akan efektif  pada akhir tahun karena menunggu persetujuan regulator. 

Namun ke dua belah pihak diyakini masih menyelesaiakan detail dari rencana kesepekatan kedua belah pihak. Saat ini keduanya tidak memiliki lisensi 2.300 mhz akibat pembatalan lelang yang terjadi sebelumnya dimana Tri memegang lisensi. Shortage dari frekuensi Tri diyakini dapat terselesaikan bila penggabungan keduanya dapat terlaksana.

OOredoo Qatar dalam sebuah sesi wawancara menyebutkan hasil penggabungan Isat dan Tri akan makin mengukuhkan  posisi mereka sebagai pemain nomor 2 di industri telekomunikasi Indonesia.

Untuk urusan merger, memang masih banyak yang harus dibereskan oleh Isat dan Tri.

Untuk urusan frekuensi, bisa saja saat ini  dianggap sudah ada policy yang menguntungkan. Keluarnya Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran (Postelsiar) membuka peluang terjadin pengalihan frekuensi dari operator pemegang hak siar.  Sehingga baik Isat dan Tri tidak kehilangan frekuensi yang kini mereka miliki.

Namun penguasaan frekuensi ini bukan tanpa konsekuensi. Melihat jumlah pelanggan yang dimiliki dua operator itu baru di kisaran 95 hingga 98 juta pelanggan atau setengah dari pemimpina pasar Telkomsel yang memiliki 170 juta pelanggan, penguasaan frekuensi pasca penggabungan oleh operator telko pasca merger mendekati kepemilikan frekuensi milik Telkomsel. Timbul isu efisiensi disini. Fairkah apabila sumber daya (frekuensi) yang tersedia cukup besar namun hanya dimanfaatkan oleh lebih sedikit pelanggan.

Menarik bila menyimak pernyataan Ketua KPPU Kodrat Wibobo yang mengatakan penguasaan frekuensi bisa menjadi bahan pertimbangan KPPU dalam mementukan kondisi persaingan yang ada di industri telekomunikasi. 

Penentuan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat tidak lagi hanya menghitung aspek penguasan pasar atau pelanggan yang dimiliki, namun kini jadi merambah pada penguasaan aset atau sumber daya. 

Dan hal ini bisa menjadi ancamanan. Bila ternyata apa yang ada  tidak memenuhi target seperti yang diproyeksikan maka akan ada evaluasi dari pemerintah. Dan tentu saja ada konsekuensi berjenjang yang menanti. Dari teguran,sanksi administratif hingga pencabutan ijin. Namun sekali lagi, ini semua tidak ujug-ujug atau dadakan terjadinya.

Masalah Kepemilikan Saham
Lepas dari frekuensi, penuntasan konsolidasi Indosat dan Tri masih harus memperhitungkan keberadaan saham pemerintah di Indosat. Sebab saat ini masih ada sekitar 14% saham pemerintah di operator telekomunikasi yang pernah berjaya sebagai pengelola satelit di Indonesia.

Bila opsi konsolidasi ditempuh dengan mekanisme merger, maka akan ada potensi terjadi dilusi kepemilikan saham pemerintah di Indosat. Dan dilusi ini bukan sesuatu yang disukai oleh wakil rakyat. Sedari awal, beberapa anggota komisi VI meminta pemerintah agar mempertahankan porsi kepemilikan sahamnya di Indosat.

Masalahnya, ada konsekuensi biaya bila ingin mempertahankan porsi kepemilikan saham pemerintah di Indosat. Mampukah pemerintah meminta ijin DPR untuk menyuntikan dana ke Indosat dalam waktu dekat ini.

Pengamat BUMN dari Lembaga Manajemen UI Nugroho Purwantoro mengatakan keberadaan Perusahaan Pengelola Aset (PPA) saham Indosat yang saat ini mengurus saham Indosat dapat memainkan peran strategis.

Bisa saja PPA nantinya yang akan mewakili pemerintah untuk melakukan pembelian saham baru atas  hak atau bagian milik pemerintah yang dikeluarkan dalam rangka konsolidasi Isat dan Tri itu. Toh PPA tentu memiliki anggaran untuk melakukan itu. 

Atau lebih strategis lagi, PPA bisa ikut terlibat dalam  menentukan nilai valuasi dari  aksi korporasi  yang akan dilakukan Indosat. Tentu PPA harus berada dalam posisi mewakili kepentingan negara agar mendapatkan nilai yang maksimal supaya tidak dituding merugikan keuangan negara yang bisa  menjadi objek temuan BPK atau aparat hukum lainnya. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya