Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Harga Bawang Putih Seharusnya Tidak Perlu Naik

Mediaindonesia.com
21/3/2021 20:16
Harga Bawang Putih Seharusnya Tidak Perlu Naik
Bawang putih impor yang dijual para pedagang di pasar-pasar.(Antara)

SUDAH menjadi kebiasaan setiap menjelang bulan puasa dan Idul Fitri harga bawang merah dan bawang putih kembali naik. Bahkan untuk bawang putih sudah seminggu yang lalu harganya naik, dengan dii tingkat distributor sudah sampai Rp 20 ribu per kg.

Hal ini dibenarkan juga oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. “Harga eceran bawang merah dan bawang putih cenderung naik hingga akhir Juni 2021 disebabkan karena permintaan menjelang bulan puasa dan Idul Fitri," kata Menteri Syahrul dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI ketika membahas Persiapan dan Ketersediaan Pangan menghadapi Bulan Ramadhan dan Hari Besar Keagamaan, Kamis lalu.

Terkait hal tersebut, Forum Komunikasi Pengusaha dan Pedagang Pangan (FKP3), Aminullah, menanggapi gejolak harga bawang putih.

Menurut Aminullah, untuk bawang putih seharusnya tidak perlu sampai turut naik. "Kalau bawang merah mungkin bisa dipahami karena faktor cuaca sampai banjir di beberapa daerah sehingga mengakibatkan gagal panen serta sentra lahan dan petaninya jelas-jelas ada," jelasnya.

"Tetapi kalau bawang putih inikan produk impor dengan ritme atau siklus yang sudah terbaca setiap tahun. Berapa kebutuhan impor setiap tahun dan bulan, di bulan apa saja yang permintaannya tinggi. Produksi dan harga di negara asal seperti Tiongkok pun tidak ada kendala. Tidak ada lonjakan harga di negara produsen. Seharusnya bawang putih tidak perlu latah ikut-ikutan naik. Karena tidak ada hambatan alam dan fluktuasi harga internasional," tegas Aminullah, Minggu (21/3).

Tak hanya itu, Ketua FKP3 ini menyoroti regulasi RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) dan SPI (Surat Persetjuan Impor)  yang menjadi sumber masalah kenaikan harga. Menurutnya, dengan dikeluarkannya UU Ciptaker seharusnya kemudahan berusaha dan kestabilan harga yang terjangkau oleh masyarakat dapat diwujudkan, sehingga pedagang tidak sulit mendapatkan barang dan harga tidak terus-terusan naik.

“Terus terang kami bingung, sudah jelas-jelas di UU Ciptaker dan PP Nomor 26 Tahun 2021 Tentang  Penyelenggaraan Bidang Pertanian, saya baca dari awal sampai akhir khususnya di subsektor hortikultura, tidak ada lagi diatur mengenai importasi produk pangan yang biasa dikenal dengan RIPH, PP tersebut lebih banyak mengatur sarana hortikultura dan perbenihan," paparnya.

"Lantas kenapa sampai saat ini kalau mengajukan harus pakai RIPH lagi? Jadi peraturan mana yang harus dipakai? Jangan sampai menjalankan aturan bertentangan dengan peraturan yang di atasnya,” ujar Aminullah.

Di sisi lain, Keluhan yang sama juga datang dari importir yang ingin mengajukan RIPH tapi tidak bisa. “Untuk saat ini pengajuan RIPH bawang putih sedang ditutup alasannya pembatasan dari pihak Kementerian Pertanian," ungkap Widyaningsih, salah satu perwakilan importir. 

“Katanya Kementan mau membatasi dulu karena sudah banyak yang mengajukan RIPH, jadi ditutup dulu. Jadi yang belum upload nunggu dulu sampai buka lagi," tambahnya.

Widyaningsih menyampaikan, “Aaat ini yang menjadi kendala dari pihak importir adalah GAP dan wajib tanam yang harus dilakukan sesuai RIPH, harusnya sesuai SPI dong kan baru rekomendasi.”

“Terus terang yang memberatkan adalah misalnya RIPH ini keluarnya 10.000 ton, tapi SPI nya di Kementerian Perdagangan cuma dikasih 4.000 ton, tapi wajib tanamnya tetap 10.000 ton, di sini sudah sangat memberatkan karena kami harus membiayai wajib tanam yang 6000 ton yang barangnya tidak ada, biaya dari mana harus nanam 6000 ton? Karena kami harus sewa lahan, beli bibit dan pupuk yang mengeluarkan biaya tidak sedikit," jelas Widyaningsih. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya