Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Akhirnya, RI Bisa Ekspor Minyak Kelapa Sawit ke Swiss

Insi Nantika Jelita
08/3/2021 13:33
Akhirnya, RI Bisa Ekspor Minyak Kelapa Sawit ke Swiss
Ilustrasi(Antara)

SEKRETARIS Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto membenarkan soal persetujuan Swiss yang mengizinkan minyak kelapa sawit atau CPO Indonesia tetap bisa diekspor ke negara tersebut.

Lewat referendum pada Minggu (7/3), sebanyak 51,7 persen warga Swiss setuju soal perjanjian perdagangan tersebut antara Indonesia dan Swiss.

"Para pemilih Swiss mendukung perjanjian perdagangan bebas yang ditandatangani dengan Indonesia," kata Suhanto kepada Media Indonesia, Senin (8/3).

Dilansir AFP, warga Swiss memberikan suara pada Minggu kemarin terkait kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia. Berdasarkan kesepakatan tersebut, tarif akan dihapus secara bertahap dari hampir semua ekspor terbesar Swiss ke negara terpadat keempat di dunia, sementara Swiss akan menghapus bea atas produk industri Indonesia.

"Ini adalah pertama kalinya rakyat dipanggil untuk memberikan suara pada perjanjian perdagangan," kata Presiden Swiss Guy Parmelin dalam konferensi pers mengenai pemungutan suara tersebut.

Dia mengatakan kesepakatan seperti itu sangat penting bagi ekonomi yang dipimpin ekspor seperti Swiss, yang dikatakan kekurangan sumber daya alam dan menarik hampir setengah dari pendapatan nasionalnya dari luar negeri.

Tanpa kesepakatan dengan Indonesia, perusahaan Swiss akan dirugikan, tegas Presiden, mengingat Uni Eropa juga sedang merundingkan kesepakatan dengan Jakarta.

Indonesia adalah ekonomi yang tumbuh dengan kelas menengah yang semakin makmur, menawarkan potensi besar bagi perusahaan Swiss.

Disebutkan bahwa, siapa pun yang mengimpor minyak sawit Indonesia harus membuktikan bahwa minyak tersebut memenuhi standar lingkungan dan sosial tertentu.

Kontroversi seputar minyak sawit dan keberlanjutannya memicu kekhawatiran di Swiss. Dua jajak pendapat terpisah pada Februari menyatakan dukungan untuk kesepakatan itu pada 52 persen, dengan 41 hingga 42 persen menentang.

Perjanjian tersebut ditandatangani pada 2018 dan disetujui oleh parlemen Swiss pada 2019, tetapi para penentangnya dari LSM, diketahui kritis terhadap langkah Swiss untuk mengurangi bea masuk minyak sawit.

Baca juga : Korsel hingga Taiwan Lebih Dulu Terapkan Ajakan Benci Produk Asing

Untuk minyak sawit, bea masuk tidak akan dihapus melainkan dikurangi antara 20 persen hingga 40 persen.

Pengurangan ini hanya akan diberikan untuk volume yang dibatasi hingga 12.500 ton per tahun - dan importir perlu membuktikan bahwa minyak sawit telah diproduksi secara berkelanjutan.

Perjanjian tersebut bertujuan untuk meningkatkan hubungan dengan Indonesia, meskipun dikatakan hanya menjadi mitra ekonomi terbesar ke-44 Swiss, dan berada di 16 besar ekspor RI di Asia.

Pada tahun 2020, ekspor Swiss ke Indonesia hanya berjumlah 498 juta franc Swiss atau sekitar US$540 juta.

Pemerintah Swiss merekomendasikan pemungutan suara untuk kesepakatan tersebut, menyoroti pembatasan yang diberlakukan untuk memastikan keberlanjutan minyak sawit yang diimpor.

Sebelumnya, kampanye penolakan produk kelapa sawit dan turunannya dari Indonesia terjadi di Swiss. Bahkan, usulan referendum penolakan produk tersebut masuk ke Bundekanzlei, Mahkamah Konstitusi Swiss.

Pada Juli 2020, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Swiss menyebut, referendum itu muncul karena ada kelompok yang tidak setuju dengan Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE CEPA), lantaran terdapat komoditas minyak sawit yang masuk di dalam drafnya. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya