Headline

Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.

Pengalihan Spektrum Frekuensi Tidak Serta Merta Disetujui

Mediaindonesia.com
05/3/2021 15:45
Pengalihan Spektrum Frekuensi Tidak Serta Merta Disetujui
Pekerja sedang memperbaiki BTS. Pengabungan Frekuensi antar operator telekomunikasi tidak serta merta.(MI/Dwi Apriani)

PEMERINTAH membuka peluang penggabungan atau pengalihan hak spektrum frekuensi radio kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi. 

Hal ini merupakan aturan yang tertuang  dalam pasal 55 ayat 1 Peraturan Pemerintah No46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran yang berlaku sejak 2 Februari lalu. 

Namun para pemegang ijin spektrum atau frekuensi jangan terburu-buru senang. Sebab pengalihan izin itu tetap harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah, dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika, sebagai regulator. 

"Jadi tidak dilepas begitu saja. Karena antara dua perusahaan ada kecocokan, mereka langsung bisa membuat kesepakatan untuk melakukan pengalihan? Tidak seperti itu. Mereka harus minta persetujuan pemerintah," kata Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenkominfo Adis Alifiawan dalam perbincangan Jumat (5/3).

Opsi pengalihan atau penggabungan frekuensi itu menjadi menarik karena saat ini di industri telekomunikasi sedang terjadi rencana konsolidasi industri. Dua pemain telekomunikasi yakni Hutchinson 3 Indonesia (Tri) dan Indosat Oreedo (Isat) sedang menjajaki rencana merger. Saat ini keduanya sedang dalam taraf due dilligence untuk mematangkan rencana merger.

Wakil Direktur Utama Tri Danny Buldiansyah sempat menyebut bahwa pihaknya berharap terjadi nilai tambah atas penggabungan itu. Hal ini juga mengacu pada penggunaan frekuensi,mengingat masing masing pihak memiliki kekuatan di area yang berbeda. Sehingga bila salah satu frekuensi dikurangi maka akan mengurangi kualitas layanan pada area yang sudah mereka masuki atau kelola. 

Kembali ke aturan penggabungan atau pengalihan frekuensi, hal itu jelas diatur dalam pasal 57 PP no46/2021 yaitu Pengalihan hak penggunaan Spektrum Frekuensi Radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri berdasarkan hasil evaluasi.

Direktur Eksekutif ICT Institute sekaligus pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menyatakan aturan itu membuat pemerintah memiliki kontrol penuh atas frekuensi. 

"Karena masih ada evaluasi maka tidak sembarangan pengalihan frekuensi bisa dilakukan dan juga kerja sama pengguna frekuensi diimplementasikan. Sehingga frekuensi sebagai sumberdaya terbatas masih dipegang oleh Kominfo," ujar Heru. 

Evaluasi harus dilakukan dengan parameter yang jelas, termasuk persaingan usaha yang sehat. "KPPU bisa terlibat dan dilibatkan dalam hal ini," tandas Heru.

Adis menambahkan bahwa meski izin telah diberikan, pemerintah pun tidak lepas tangan menyerahkan seluruhnya kepada operotor. Pemerintah juga terus melakukan pengawasan. Akan dilakukan evaluasi secara berkala terhadap apa yang telah diperjanjikan akan dilaksanakan saat pengajuan izin pengalihan dilakukan.

"Intinya pemerintah dalam melakukan pemberian izin dan pengawasan berdasarkan kepentingan industri dan masyarakat yang lebih luas. Jadi tidak hanya berdasarkan kepentingan operator atau pelaku usaha, tapi jauh lebih luas," tandas Adis

Adapun bagi pemegang hak frekuensi yang ingin mengjukan pengalihan, setidaknya harus lolos memenuhi persyaratan administratif ini. 
Pertama, tidak memiliki kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang terutang kepada Kementerian;

Kedua,  telah memenuhi kewajiban pembangunan penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari seluruh kewajiban pembangunan 5 (lima) tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Dan terakhir, mememuhi ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan/atau optimalisasi penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. (RO/E-1)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya