Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
DIREKTUR National Maritime Institute (NAMARIN) Siswanto Rusdi menilai konsep sentralisasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau Free Trade Zone (FTZ) sudah tidak relevan lagi ketika industri yang ada di wilayah tersebut justru berkompetisi dengan industri sejenis di dalam negeri.
"Bagaimana bisa relevan ketika misalnya industri kapal dan galangan yang sudah menyebar di banyak wilayah kemudian harus menerima kenyataan harus berkompetisi dengan galangan kapal di Batam yang menerima insentif tersebut," ujarnya dari keterangan tertulis yang diterima, Kamis (24/12).
Saat ini, kata Siswanto, sebaran galangan kapal nasional tidak merata. Dari 141 pelabuhan di Indonesia yang dikelola BUMN pelabuhan, hanya 20% di antaranya yang memiliki galangan kapal. Sebagian besar terpusat di Batam, Tanjung Priok (Jakarta), dan Surabaya.
Dalam kajian yang dilakukan PT PAL tahun 2016 pascaditerapkannya Peraturan Pemerintah 10/2012 tentang Perlakuan kepabeanan, perpajakan, dan cukai serta tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, jelas terlihat adanya ketidakadilan yang terjadi akibat sistem perpajakan yang diterapkan.
Industri kapal dan galangan di wilayah Batam cukup membayar pajak 1,5%-3%. Sementara pengusaha kapal dalam negeri di luar wilayah Batam, harus menanggung pajak hingga 19%-30,5%. Ini jauh lebih mahal dibandingkan impor kapal yang hanya dikenai pajak sekitar 12,5%-17,5%.
"Kondisi ini menyebabkan galangan kapal di Indonesia yang padat teknologi, modal dan tenaga kerja kesulitan bergerak sehingga menyebabkan daya serap bahan baku utama mereka yakni baja ikut tersendat," terang Siswanto.
Baca juga : Sandiaga Dorong Kolaborasi Selamatkan Industri Pariwisata
Dalam kondisi seperti ini, imbuh dia, pemerintah perlu memikirkan ulang konsep KEK atau FTZ dengan kembali pada konsep klasterisasi industri yang bertujuan mengintegrasikan industri.
"Sebagai contoh industri galangan seharusnya berdekatan dengan pelabuhan dan industri baja sebagai bahan baku. Itu idealnya, dalam kondisi saat ini semestinya diberikan insentif terhadap industri-industri yang saling berkaitan," imbuh Siswanto.
Dia menilai, jika pemerintah bersikeras mempertahankan konsep KEK maupun FTZ maka pemerintah semestinya tegas. Apalagi hasil penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dinyatakan bahwa pelaku usaha dari luar negeri telah terbukti mengakibatkan kerugian pada industri dalam negeri.
Di samping itu, lanjutnya, pengenaan Bea Masuk Atas Dumping (BMAD) perlu dilakukan agar tidak merugikan pelaku usaha asing yang telah berinvestasi dan industri dalam negeri serta negara secara terus menerus.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018, disebutkan bahwa dengan belum dikenakannya bea masuk anti dumping oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terhadap pengeluaran bahan baku dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP), negara berpotensi dirugikan sebesar Rp34 miliar.
Senada, pengajar Universitas Internasional Batam Suyono Saputra, mengacu dari riset mendalam yang dilakukan terhadap strategi manajemen di kawasan perdagangan bebas di Batam, Bintan, dan Karimun menilai penerapan KEK dan FTZ keliru karena ketidaktegasan pemerintah.
"Penerapan KEK dan FTZ jadi salah arah karena insentif yang seharusnya ditujukan untuk memacu produksi bertujuan ekspor justru bertarung dengan produk lokal sejenis. Itu makanya produsen lokal menjerit," jelasnya.
Pemerintah dinilai tidak tegas lantaran membiarkan bahan baku dan hasil produksi yang ditujukan bagi pasar lokal justru tidak dikenai pajak yang seharusnya.
"Wajar jika produsen bahan baku baja dalam negeri hingga industri kapal dan galangan di luar Batam menjerit ketika harus berhadapan dengan industri sejenis di Batam yang mendapat beragam insentif. Kalau mau adil ya pemerintah menerapkan pajak yang benar," pungkas Suyono. (OL-7)
Dalam rangka memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung menyelenggarakan Karnaval Budaya
Perusahaan kemasan plastik terbesar di Asia Pasifik, Thong Guan Industries Bhd, resmi berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang.
Sejauh ini tindak lanjut dari kesepakatan dagang energi dengan AS ialah dibuatnya nota kesepahaman (MoU) antara PT Kilang Pertamina Internasional dengan tiga perusahaan energi besar asal AS.
Sekupang, Batam, terus menegaskan perannya sebagai pusat baru wellness tourism di Asia setelah ditetapkan pemerintah melalui BPĀ Batam sebagai KEK Kesehatan Internasional
Kawasan pesisir Kabupaten Batang dan Kota Semarang bakal segera ditata untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
KEK Industropolis Batang menutup semester pertama 2025 dengan membukukan nilai investasi sebesar Rp1,1 triliun. Angka itu diperoleh dari masuknya dua tenant strategis.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved