Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
BADAN Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memproyeksikan pada 2021 pihaknya dapat menghimpun dana dari pungutan ekspor sawit. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya bisa mencapai Rp45 triliun. Namun, itu baru bisa terwujud jika harga crude palm oil (CPO) terus bertahan tinggi di tahun mendatang.
Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan harga CPO yang fluktuatif menyebabkan BPDPKS sulit memperkirakan dengan tepat berapa besar dana yang dapat dihimpun pada 2021. Oleh karena itu, menurutnya, BPDPKS membuat beberapa proyeksi besaran dana yang bisa dihimpun dengan harga paling rendah hingga paling tinggi.
"Kalau dengan harga tertinggi, kita optimistis bahwa pada 2021 harga tetap seperti sekarang. Sekarang harga CPO berdasarkan referensi Kemendag US$870 per metrik ton (MT), kalau fenomena itu tetap berlanjut seperti itu, dengan proyeksi optimistis itu kita bisa mendapatkan Rp45 triliun," ungkap Eddy dalam acara media gathering di Jakarta, kemarin.
Eddy menambahkan, jika harga CPO cukup moderat pada 2021, diperkirakan BPDPKS bisa menghimpun dana sekitar Rp36 triliun.
Tingginya proyeksi dana yang bisa dihimpun ini pun tak terlepas dari kebijakan terbaru mengenai tarif pungutan ekspor sawit. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, pungutan ekspor CPO berlaku secara progresif, yakni tarif pungutan ditetapkan berdasarkan batasan lapisan nilai harga CPO. Aturan ini baru berlaku pada 10 Desember 2020.
Melalui aturan tersebut, pungutan ekspor CPO sebesar US$55 per ton bila harganya di bawah atau sama dengan US$670 per ton. Pungutan ekspor akan dikenai US$60 per ton bila harga CPO di atas US$670 per ton hingga US$695 per ton. Lalu, pungutan CPO akan menjadi US$75 per ton bila harga di atas US$695 hingga 720 per ton.
Mengingat Kemendag telah menetapkan harga referensi CPO periode Desember 2020 US$870,77 per ton, besaran pungutan ekspor menjadi US$180 per ton. Aturan yang berlaku mulai 10 Desember ini pun dianggap tak terlalu berdampak pada pungutan ekspor sawit pada 2020. (Des/E-3)
Trimegah Sekuritas menyebut sejumlah faktor yang menunjukkan bahwa arah kebijakan pemerintah saat ini mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan bahwa Indonesia bisa mendapatkan setidaknya dua keuntungan dari pengenaan tarif Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 19%.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie menyambut positif kesepakatan tarif impor sebesar 19% untuk produk Indonesia ke Amerika Serikat.
KETUA Gekrafs Temi Sumarlin mengungkapkan industri kreatif Tanah Air memiliki potensi besar, salah satunya fesyen. Industri subsektor ekraf itu dinilai menjanjikan
Kadin Indonesia bahas skema re-export dari Indonesia melalui Timor Leste untuk mengakses pasar global lebih kompetitif.
Indonesia Eximbank (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia/LPEI) meluncurkan program Desa Devisa Tenun NTT untuk memberdayakan para penenun tradisional di wilayah NTT.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved