Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Jepang Didesak Renegosiasi Indonesia terkait Rekrutmen Pekerja

Ferdian Ananda Majni
20/10/2020 15:51
Jepang Didesak Renegosiasi Indonesia terkait Rekrutmen Pekerja
.(ANTARA/Destyan Sujarwoko)

HUMAN  Rights Working Group (HRWG) menyambut lawatan kerja PM Jepang Yoshihide Suga ke Indonesia dan Vietnam dalam minggu ini. HRWG mendesak pemerintah Jepang untuk melakukan negosiasi ulang kerja sama dalam skema magang Technical Intern Training Program (TITP).

Terkait perihal itu, Deputi Direktur HRWG Daniel Awigra mengatakan maraknya praktik perekrutan tidak adil ditandai dengan penarikan biaya berlebih hingga eksploitasi tanpa pengawasan dan penindakan yang tegas dari pemerintah Indonesia terhadap pelaku-pelakunya. Praktik buruk ini terjadi saat proses pra-keberangkatan dan eksploitasi kerja saat masa magang di Jepang.

"Praktik merugikan ini disebabkan pemerintah Indonesia tidak menetapkan struktur biaya proses pemagangan ke Jepang," kata Daniel dalam keterangan diterima Media Indonesia, Selasa (20/10).

Skema itu hanya diatur melalui Permenaker Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri. Para pemagang dikeluarkan dari skema perlindungan yang diatur dalam Pasal 4 (b) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran.

"Di sana, pemagang diperlakukan layaknya pekerja. Seharusnya mereka masuk dalam jaminan perlindungan UU Nomor 18 Tahun 2017," sebutnya.

HRWG mengakui kontribusi positif ekonomi atas kerja sama ini. Meski demikian, lanjut Daniel, maraknya praktik eksploitasi dan pelanggaran HAM harus dihentikan.

Dalam skema itu, alih-alih ingin meningkatkan keterampilan dan pengetahuan serta memperbaiki nasib dengan magang ke Jepang, sebelum berangkat banyak dari mereka bahkan sudah terlilit utang. "Seruan renegosiasi ini berkebalikan dengan upaya pemerintah (Menteri Ketenagakerjaan) yang justru ingin meneruskan dan menambah kuota para pemagang ke Jepang," terangnya.

Seruan negosiasi ulang dan moratorium merupakan rekomendasi hasil kajian HRWG berjudul Shifting the Paradigm of Indonesia-Japan Labour Migration Cooperation yang diluncurkan pada Mei 2020.

Studi menyimpulkan, dengan meneruskan kerja sama tersebut berarti kedua pemerintah (Indonesia dan Jepang) terus memfasilitasi praktik eksploitasi para pekerja. Pemerintah Indonesia dan Jepang harus mengubah paradigma lama berupa kerja sama mendatangkan buruh murah sebanyak-banyaknya dan tutup mata atas praktik eksploitasi menjadi paradigma yang mengedepankan perlindungan seperti semangat UU PPMI.

Selain moratorium atau penghentian sementara, kunjungan itu juga bisa menjadi agenda untuk melakukan renegosiasi bilateral sembari memperbaiki payung hukum perlindungan dan efektivitas pengawasannya, baik di Indonesia maupun Jepang.

"Pemerintah Indonesia terus didorong untuk menetapkan struktur pembiayaan yang jelas. Pemerintah Indonesia juga didorong untuk mendisiplinkan dan memberikan sanksi kepada aktor-aktor yang selama ini melakukan praktik tidak etis," tegasnya.

Setahun lalu, Pemerintah Jepang merevisi Undang-Undang Keimigrasian pada April 2019 dengan tujuan menjaring 340.000 pekerja asing kategori specified skilled workers dari beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia. Skema baru ini sayangnya tidak diikuti oleh penghapusan beberapa skema penempatan tenaga kerja asing yang telah berlaku sebelumnya, yaitu TITP.

Menurut data Kementerian Kesehatan, tenaga kerja dan kesejahteraan Jepang pada 21 Januari 2020, terdapat 51.337 orang Indonesia bekerja di Jepang dan lebih separuhnya masuk dalam kategori skema magang. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik