Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
TERDAPAT pernyataan pengamat dan politisi bahwa Pasal 121 UU Cipta Kerja membuat pemerintah dapat dengan sewenang-wenang merampas tanah atau rumah warga negara.
Menanggapi perihal itu, Staf Khusus dan Jubir Kementian ATR/BPN tentang UU Cipta Kerja, T Taufiqulhadi, mengatakan pernyataan para pengamat dan politisi seperti itu sangat tendensius dan bermaksud buruk. Dalihnya, tidak ada pasal dalam UU Cipta Kerja yang membenarkan pemerintah merampas tanah tanah rakyat.
"Soal pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam Pasal 121 UU Cipta Kerja sama sekali tidak mengubah makna dan cara penguasaan oleh pemerintah dari UU sebelumnya yaitu UU Nomor 2 Tahun 2012. Jika memang ada perubahan, itu hanya penyesuaian istilah," kata Taufiqulhadi dalam keterangannya, Kamis (8/10).
Dalam UU Cipta Kerja, sebut Taufiqulhadi jika ada lahan dan rumah rakyat yang bersertifikat akan ditetapkan untuk kepentingan umum, sebelum rencana pembangunan fasilitas umum itu dilaksanakan, tentu akan dilangsungkan konsultasi publik terlebih dahulu.
"Dalam konsultasi tersebut harus semua pihak sepakat. Jika masyarakat pemilik lahan atau rumah yang bersertifikat itu belum sepakat, tidak boleh pemerintah membangun proyek umum apapun di atas lahan rakyat tersebut," jelasnya.
Menurutnya, dalam proses konsultasi publik tersebut, pemerintah juga akan menggunakan appraisal independen, sehingga praktik pengadaan tanah untuk kepentingan umum akan terselenggara dengan adil. Harga tanah, bangunan, tanam tumbuh, penghasilan pemilik tanah, bahkan jika ada warung akan dinilai secara sangat adil oleh appraisal independen tersebut.
"Negara tidak akan mendegradasi praktik yang telah berlangsung sekarang. Sekarang harga tanah yang dibayar berkisar antara dua hingga empat kali harga pasar," tegasnya.
"Inilah yang memungkinkan kita memebangun tol, pelabuhan, bandara, kereta api, dan berbagai infrastruktur lain tanpa gejolak dan tanpa penolakan," tambah pria kelahiran Aceh tersebut.
Anggota DPR periode 2014-2019 daerah pemilihan Jawa Timur IV itu menjelaskan justru UU Nomor 2 Tahun 2012 sering cenderung menimbulkan masalah. Sebab, dalam UU tersebut dikenal dengan istilah ganti rugi.
"Rakyat tidak mau rugi. Seharusnya rakyat harus ganti untung. Rakyat menjadi pesimis dengan penggunaan istilah ganti rugi ini. Kini penamaan-penamaan dalam pasal UU Cipta Kerja kita sesuaikan untuk menghindari pesimisme rakyat," terangnya.
Menurut Taufiqulhadi, penitipan uang ganti rugi di pengadilan disebut konsinyiasi. Masalah konsinyiasi diatur dalam Pasal 42 KUH Perdata.
Konsinyiasi dalam dalam UU itu dimaksudkan untuk melindungi rakyat yang sedang beperkara. Misalnya, jika harga tanah sudah disepakati, tetapi di atas objek tanah yang sama terjadi klaim tumpang tindih di antara warga, klaim tumpang tundih tersebut harus diselesaikan di pengadilan.
"Agar pembangunan fasilitas umum bisa terus dijalankan, UU mengharuskan pemerintah menitipkan uang di pengadilan (konsinyiasi). Jadi konsinyiasi melinddungi kepentingan masyarakat," pungkas mantan wartawan perang tersebut. (OL-14)
MK menilai ada kemungkinan tumpang tindih antara UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja
kehadiran UU Cipta Kerja merupakan momentum yang tepat bagi generasi muda untuk mengembangkan kewirausahaan dan keterampilan kerja
Kemudahan perijinan usaha diharapkan naikkan tingkat pendapatan perkapita Indonesia di 2045
KSPI sesalkan putusan MK soal UU Ciptaker
Penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden adalah langkah penting untuk mencegah kekosongan dalam konstitusi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Perusahaan diwajibkan membayar uang kompensasi kepada karyawan yang masa kontraknya berakhir. Ketentuan ini tidak ada dalam peraturan ketenagakerjaan sebelumnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved