Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Dampak Pandemi Covid-19 Dukung Pelemahan Dolar AS

Antara
25/7/2020 08:34
Dampak Pandemi Covid-19 Dukung Pelemahan Dolar AS
Petugas menata mata uang dolar AS di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Kamis (19/3/2020)(ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

KURS dolar AS terus melorot terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya hingga mendekati level terendah dua tahun pada akhir perdagangan Jumat atau Sabtu pagi WIB. Pelemahan ini dikarenakan sentimen risiko tertekan ketika para pelaku pasar menimbang dampak dari pandemi covid-19.
 
Dolar mencatat penurunan mingguan terbesar dalam hampir empat bulan terhadap sekeranjang mata uang utama dan juga melihat persentase penurunan mingguan terbesar terhadap euro yang melonjak sejak akhir Maret.

Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya turun 0,26% menjadi 94,445. Sebelumnya di sesi tersebut, indeks dolar sempat jatuh ke 94,358, terendah baru dalam 22 bulan terakhir.

Pada akhir perdagangan New York, euro menguat menjadi 1,1635 dolar AS dari 1,1608 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris naik menjadi 1,2788 dolar AS dari 1,2743 dolar AS pada sesi sebelumnya.

Baca juga: Dolar Terangkat Memicu Penghindaran Risiko Lebih Luas

Dolar Australia melemah menjadi 0,7094 dolar AS dari 0,7108 dolar AS. Sementara Dolar AS dibeli 106,01 yen Jepang, lebih rendah dari 106,73 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS turun menjadi 0,9222 franc Swiss dari 0,9252 franc Swiss dan meningkat menjadi 1,3422 dolar Kanada dari 1,3387 dolar Kanada.

Para pedagang khawatir infeksi covid-19 yang melonjak di Amerika Serikat akan terus membebani perekonomian.

"Perlahan menjadi jelas bahkan bagi yang optimis dolar tak dapat disembuhkan. Gelombang covid-19 saat ini di AS akan meninggalkan jejak negatif yang berat dalam ekonomi AS," kata analis di Commerzbank Research, Antje Praefcke.

Hingga Jumat (24/7) sore, Universitas Johns Hopkins menyampaikan lebih dari 4,07 juta kasus telah dilaporkan di Amerika Serikat, dengan lebih dari 144.000 kematian.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik