Penguatan Modal Bank Dibutuhkan untuk Hadapi Dampak Pandemi

Suryani Wandari Putri
09/7/2020 20:15
Penguatan Modal Bank Dibutuhkan untuk Hadapi Dampak Pandemi
Suasana layanan di kantor cabang Bank Bukopin.(Antara/Fakhri Hermansyah)

Ditengah pandemi covid-19, industri perbankan tanah air menjadi sorotan seiring terpukulnya beberapa sektor bisnis. Hal ini memunculkan juga kekhawatiran lonjakan kredit macet yang dapat mengakibatkan kinerja perbankan terganggu.

Perbanan pun tak tinggal diam, diketahui beberapa bank seperti Bank Bukopin misalnya melakukan penguatan internal. 

"Menghadapi tekanan kualitas kredit, bank akan melakukan penguatan internal untuk menjaga kualitas kredit serta melakukan percepatan penyelesaian kredit bermasalah," kata Direktur Utama Bank Bukopin Rivan A Purwantono, dalam diskusi yang diselenggarakan Infobank dengan tema Peran Pemilik dalam Mendukung Kinerja Bank, Kamis (8/7).

Berdasarkan data biro riset Infobank, risiko kredit bank (NPL) hingga April 2020 meningkat ke 2,89% secara gross. Di sisi lain, loan to deposit ratio (LDR) menurun ke 91,55%. Sementara data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, rasio NPL bank per Mei 2020 telah mencapai 3,01%.0).

OJK mencatat hingga 18 Mei 2020, sebanyak 95 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit pada 4,9 juta debitur dengan nilai outstanding Rp458,8 triliun.

Dengan begitu, perbankan butuh tambahan modal besar demi menjaga posisi likuiditas tetap terjaga di tengah kondisi pandemi saat ini. Tidak peduli, jika kepemilikan saham pihak asing di suatu bank harus bertambah, asalkan kinerja bank bisa terangkat dan kembali kencang dengan setoran modal.

"Setor modal bagi bank adalah harus. Kita harus menghargai pemilik bank yang rajin setor modal, selain memperkuat bank, tapi sekaligus menunjukan komitmen dalam membesarkan bank karena bank itu bisnis jangka panjang yang padat modal," tambah Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto.

Sementara itu menurut Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto , peran serta komitmen kepemilikan modal perbankan nasional sangat dibutuhkan guna menjaga sustainabilitas atau keberlangsungan kinerja bank di tengah tekanan pandemi Covid-19.

Menurutnya, di tengah kondisi saat ini, pemilik modal harus senantiasa berkomitmen menjaga kesehatan bank, tak peduli dari asing maupun dalam negeri.

"Kita memonitori dua risiko ini saja risiko likuiditas risiko kredit dan bantalan yang cukup memadai dari sisi CAR. Oleh karena itu, peran kepemilikan modal sangat diperlukan dalam kondisi krisis saat ini," kata Anung.

Sementara itu, ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk, Ryan Kiryanto menuturkan, capital sangat penting buat bank di tengah pandemi yang belum diketahui ujungnya hingga kini. Dengan modal yang cukup, bank bisa lebih kuat lagi dalam mendukung operasionalnya. Apa lagi di tengah kondisi seperti saat ini.

Ada dua cara yang bisa dilakukan bank untuk menjaga kecukupan modalnya, bisa lewat suntik modal langsung dari pemegang saham pengendali atau bisa juga dengan tidak membagikan dividen. "Perbankan harus 'lari maraton' dalam jangka panjang ini untuk bertahan. Sampai kita benar-benar tahu kapan produksi vaksin dan pendistribusiannya," jelas Ryan.

Ia melihat Capital Adequacy Ratio (CAR) secara industri sejauh ini sudah menurun dari 23% ke level 21% hingga Maret 2020. Artinya, sejauh ini telah banyak bank mengeluarkan dana pencadangannya. Bank pun saat ini tidak hanya harus menjaga kualitas asetnya, tapi juga likuiditasnya. Sehingga penting bank-bank menjaga kecukupan modalnya. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud
Berita Lainnya