Kamis 18 Juni 2020, 06:30 WIB

Penurunan Defisit Bertahap

M Ilham Ramadhan | Ekonomi
Penurunan Defisit Bertahap

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

 

BADAN Kebijakan Fiskal (BKF) menyebutkan bahwa penurunan defisit dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba.

Penurunan perlu dilakukan secara bertahap agar tidak menimbulkan guncangan terhadap perekonomian.

“Kita tidak ingin tiba-tiba defisit dari 6% terus langsung kembali ke 2% sehingga mengalami shrinking (penyusutan) dalam belanja negara,” kata Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Hidayat Amir dalam webinar di Jakarta, kemarin.

Pemerintah, kata dia, melakukan upaya pemulihan ekonomi pada 2021 sehingga besaran defisit diproyeksikan masih lebih tinggi dari batasan maksimal 3% sesuai Undang-Undang Keuangan Negara.

Besaran defisit APBN 2021 diproyeksi berada pada kisaran 3,05%-4,01% terhadap PDB. Pelebaran defisit akan berlangsung hingga 2022 dan akan kembali dalam batas maksimal 3% pada 2023.

Pelebaran defisit itu, lanjut dia, karena pemerintah harus melakukan upaya luar biasa dalam menangani dampak pandemi covid-19 di bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan kepada dunia usaha, terutama UMKM.

Untuk diketahui, APBN 2020 yang telah direvisi menjadi Perpres 54 Tahun 2020 tentang perubahan postur APBN 2020 membuat defisit diperlebar menjadi 5,07% atau mencapai Rp852 triliun.

Mencermati dampak pandemi covid-19, pemerintah kembali akan merevisi Perpres 54 Tahun 2020 itu dan menambah besaran desifit menjadi 6,34% dari PDB atau mencapai Rp1.039,2 triliun dengan tambahan belanja penanganan covid-19 mencapai Rp695,20 triliun.

Hingga Mei 2020, angka defisit baru mencapai 1,1% PDB atau mencapai Rp179,6 triliun.

Peluang pemulihan

Dalam diskusi berbeda, Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro mengatakan perekonomian Indonesia akan mengalami pertumbuhan terburuk tahun ini pada  triwulan II yang diproyeksikan terkontraksi hingga 3,4%.

Namun, Andry menyatakan perekonomian Indonesia memiliki potensi pemulihan dan pertumbuhan positif pada triwulan IV men­datang dengan asumsi tidak ter­jadi gelombang kedua pada ka­sus covid-19.

“Kita melihat ada peluang pada 2020, yaitu pertumbuhan positif ter­jadi di triwulan IV. Namun, kalau terjadi second wave bisa saja pemulihan ekonomi domestiknya tidak lebih cepat dari kuartal IV,” ujarnya.

Ia menuturkan potensi pertumbuhan positif itu dapat dicapai melalui penerapan kenormalan baru atau new normal dengan tetap mengutamakan protokol kesehatan sehingga mampu mendorong perekonomian di beberapa sektor dan daerah.

“Menurut kami, perekonomian domestik punya peluang untuk recovery kalau protokolnya dilaksanakan dengan ketat dan tidak ada penerapan PSBB secara masif lagi,” jelasnya.

Oleh sebab itu, Andry mengimbau agar masyarakat tetap dapat menerapkan protokol kesehatan dalam segala aktivitas sehari-hari. (Ant/E-1)

 

Baca Juga

Antara

Imbal Hasil Tinggi AS Picu Potensi Penambahan Beban untuk Indonesia

👤M. Ilham Ramadhan Avisena 🕔Rabu 27 September 2023, 23:35 WIB
TINGGINYA imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (US Treasury) berpotensi menambah beban biaya bagi Indonesia di pasar portofolio...
Ist

Ninja Xpress Bantu Pelaku UKM Kuasai Pasar Lokal Hingga Global

👤Media Indonesia 🕔Rabu 27 September 2023, 23:23 WIB
Ninja Xpress menghadirkan beberapa inisiatif yang bertujuan untuk memberikan wadah kepada UKM agar dapat mengembangkan bisnis mereka...
AFP/Bay ISMOYO

Erick Thohir Dorong Pertumbuhan Ekonomi Melalui Industri Digital

👤Dero Iqbal Mahendra 🕔Rabu 27 September 2023, 23:20 WIB
MENTERI BUMN Erick Thohir melakukan aksi konkret untuk mentransformasi Indonesia menuju kemajuan. Salah satu yang dilakukan menghadirkan...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya