Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

IMEI Diberlakukan, TKDN Harus Fleksibel

Hilda Julaika
20/4/2020 22:32
IMEI Diberlakukan, TKDN Harus Fleksibel
Pedagang mengambil salah satu ponsel di salah satu gerai di ITC Roxy Mas, Jakarta, Kamis (23/1/2020).(Antara)


PER 18 April lalu, Pemerintah telah memberlakukan kebijakan International Mobile Equipment Identity (IMEI) pada ponsel. IMEI ini merupakan identitas yang dimiliki setiap ponsel sebagai produk yang legal. Artinya, ponsel-ponsel yang dibeli melalui black market (BM) otomatis tidak akan berfungsi karena tak memiliki IMEI.

Menanggapi ini, pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, mengatakan pemberlakuan IMEI tidak akan mengganggu perdagangan ponsel atau industri ponsel dalam negeri. Hal ini disebabkan ponsel yang tidak memiliki IMEI sangat rawan penyalahgunaan.

“Pemblokiran IMEI ini sebetulnya memaksa pabrikan ponsel untuk mendistribusikan ponselnya di dalam negeri. Selain itu juga memaksa agar konsumen bisa membeli ponsel di dalam negeri ketimbang dari luar negeri,” jelasnya kepada Media Indonesia, Senin (20/4).

Menurut Andry, Indonesia terhitung sebagai pangsa pasar ponsel yang terbesar di ASEAN. Sehingga pemberlakuan IMEI akan memaksa pabrikan ponsel bisa melakukan distribusi ponselnya di Indonesia. Namun, dengan konsekuensi pabrikan ponsel jika mendistribusikan ponselnya di Indonesia harus menempuh jalur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“TKDN untuk ponsel juga perlu fleksibel menurut saya, jangan dibuat rigid, sehingga mereka jadi punya insentif untuk membawa produk ponsel baru ke Indonesia,” imbuhnya.

Lebih lanjut Andry menjelaskan, Peraturan Menteri Perindustrian No 29 Tahun 2017 mengenai TKDN saat ini memang sudah memfasilitasi industri pabrikan ponsel untuk memilih jenis TKDN.

Terdapat 3 jalur yang bisa dilakukan, bisa menggunakan dengan cara memproduksi di dalam negeri hardware nya, atau memproduksi softwarenya, ada juga jalur inovasi dengan membangun R&D center. Namun, yang menjadi persoalan sekarang adalah dari ketiga jalur tersebut masih terdapat mekanisme yang seharusnya bisa lebih sederhana.

“Bayangkan jika memilih jalur TKDN dengan membangun R&D center lalu harus mencerminkan 30% dari nilai investasi harus dibangun R&D center tanpa ada mekanisme yang fleksibel (dan juga jelas) dan dibutuhkan industri dan negara kita saat ini, ini bisa jadi rawan penyalahgunaan juga. Industri juga tidak tahu landasan dari 30% tersebut seperti apa,” ungkapnya.

Atas dasar itu, Andry berpandangan perlu adanya revisi TKDN ponsel. Revisi ini bisa memperbaiki mekanisme jalur TKDN. Inovasi yang saat ini menurutnya hanya menarik 1-2 perusahaan yang mengambil karena ketidakjelasan regulasi yang ada.

“Di dalam regulasi juga tidak diatur jika sertifikasi TKDN habis (yang kalau saya tidak salah 3 tahun), industri harus melakukan apa. Tidak mungkin kan mereka harus ngeluarin duit 30% dari total investasi mereka karena mereka sudah menempuh jalur TKDN sebelumnya,” tandasnya. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya