Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PENELITI Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan depresiasi nilai tukar Rupiah sangat dipengaruhi oleh pandemi virus korona (Covid-19) di tanah air. Untuk menjaga agar nilai tukar Rupiah tidak semakin terpuruk, menurutnya pemerintah perlu meningkatkan berbagai upaya dalam menangani kasus Covid-19. Salah satunya terletak kesiapan tenaga medis.
Pingkan menambahkan, pemerintah harus bisa memastikan para tenaga medis di semua rumah sakit, terlebih di rumah sakit yang menjadi rujukan dan pusat penanganan kasus Covid-19, didukung oleh peralatan dan kelengkapan medis yang memadai.
Baca juga: Stabilkan Nilai Tukar Rupiah, BI Injeksi Likuiditas Rp300 Triliun
"Langkah pemerintah untuk memberikan insentif bagi mereka yang bertugas dalam menangani kasus Covid-19 di daerah tanggap darurat juga perlu diapresiasi karena dapat memberikan sentimen positif kepada masyarakat dan pasar," ungkapnya, Selasa (24/3).
Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo kemarin mengumumkan pemerintah akan memberikan insentif untuk tenaga medis, dengan rincian untuk dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum/dokter gigi Rp10 juta, bidan atau perawat Rp7,5 juta, dan tenaga medis lainnya Rp5 juta. Selain itu, akan ada santunan kematian sebesar Rp300 juta bagi tenaga medis yang meninggal karena tertular virus korona.
“Perlindungan terhadap tenaga medis juga tidak kalah penting karena mereka berhubungan langsung dengan pasien. Perlindungan yang memadai adalah tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat, termasuk para tenaga medis. Di sisi lain, hal ini akan membuat masyarakat dan pasar lebih optimistis dalam menyikapi perkembangan penanganan covid-19 di Indonesia di tengah peningkatan kasus yang terjadi saat ini," lanjut Pingkan.
Faktor lain yang memengaruhi pelemahan nilai tukar rupiah ialah aksi para investor dan pelaku pasar untuk menjual asetnya, sepeti saham, obligasi dan emas, ke dalam bentuk kurs dolar. Tidak hanya Indonesia, beberapa mata uang negara lain seperti Tiongkok, Singapura, Malaysia, Korea, India dan Jepang juga mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat dengan pergerakan yang bervariasi.
Terkait pertumbuhan ekonomi, Pingkan melihat masih ada harapan untuk melihat ekonomi tetap tumbuh di masa sulit seperti ini. Ia memandang pergerakan Rupiah masih sangat dinamis.
"Langkah pemerintah melalui pemberian rencana pemberian paket stimulus jilid III dan juga Rapat Dewan Gubernur BI yang memutuskan penurunan kembali suku bunga acuan ke level 4,50% sangat positif," ujarnya.
BI juga menyebut pihaknya sudah menyediakan mata uang dolar secara tunai. Walaupun demikian, Pingkan juga meminta pemerintah untuk tetap responsif terhadap dinamika perekonomian global. Hal ini penting untuk dilakukan sebagai langkah dalam meminimalisir dampak dari resesi.
“Untuk menjaga konsumsi terus tumbuh, pemerintah juga perlu fokus pada ketersediaan dan akses masyarakat terhadap komoditas pangan dan barang-barang yang saat ini dianggap penting, seperti obat-obatan, masker dan hand sanitizer. Konsumsi bisa menjadi stimulus perekonomian nasional. Di saat yang bersamaan, pemerintah juga bisa menjaga kestabilan harga di pasar dengan memastikan ketersediaan,” jelas Pingkan.
Baca juga: BI : Aliran Modal Keluar dari Indonesia Rp125 Triliun
Langkah yang telah diambil pemerintah untuk meminimalisir dampak korona menurutnya patut diapresiasi. Terlebih beberapa waktu terakhir sudah ada Gugus Tugas untuk korona, pemerintah memberikan informasi mengenai perkembangan kasus korona secara berkala, pelaksanaan dari Kartu Prakerja yang dipercepat, relokasi anggaran, serta mulai melakukan rapid test untuk mendeteksi korona.
"Harmonisasi antara kementerian dan lembaga di pusat dan daerah harus terus dioptimalkan dan dijaga agar kebijakan yang dihasilkan pun komprehensif dan menyasar inti permasalahan. Masyarakat sangat membutuhkan keterbukaan informasi dan juga penanganan kasus yang cepat tanggap dan profesional," tutupnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved