Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEMENTERIAN Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) mengumumkan pembangunan program Sejuta Rumah mencapai 1,21 juta unit per Desember 2019. Adapun target yang ditetapkan pemerintah pada tahun ini sekitar 1,25 juta unit.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PU-Pera Khalawi Abdul Hamid mengungkapkan, capaian program Sejuta Rumah itu termasuk program peningkatan kualitas rumah tidak layak huni melalui bantuan stimulan perumahan swadaya. Pada tahun depan, lanjut dia, terdapat sejumlah tantangan dalam pembangunan perumahan.
Tantangan itu seperti keterbatasan lahan perumahan, keterbatasan kemampuan pendanaan pemerintah, selisih antara pasokan rumah dan kebutuhan (backlog), dan rumah tidak layak huni yang masih besar.
“Tantangan lain, yaitu pemenuhan sustainable development goals (SDGs) serta tuntutan masyarakat terhadap kualitas rumah layak huni. Kami juga masih menghadapi tantangan pengendalian urban sprawl,” jelas Khalawi melalui pesan singkat, kemarin.
Lebih lanjut, dia menyoroti tantangan pengembangan teknologi dan metode konstruksi perumahan yang efisien dan berkualitas. Perampingan aturan (omnibus law) dan penyederhanaan regulasi pun menjadi tantangan tersendiri.
Disinggung target pada 2020, Khalawi mengatakan, pemerintah berkomitmen melanjutkan program Sejuta Rumah yang disertai langkah penguatan dan inovasi. “Target program Sejuta Rumah pada 2020 minimal sama dengan capaian tahun ini,” imbuhnya.
Khalawi optimistis program Sejuta Rumah pada tahun ini mencapai target, yakni 1,25 juta unit. Sepanjang 2015-2018, realisasi pembangunan perumahan tercatat 3,54 juta unit, termasuk untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dengan rincian 2,48 juta unit khusus MBR dan 1,06 juta unit non-MBR.
“Kami melihat pembangunan perumahan selama ini berhasil menekan angka backlog, khususnya untuk MBR. Namun, ke depan, pemerintah meningkatkan pemenuhan perumahan bagi seluruh masyarakat, khususnya MBR,” tutup Khalawi.
Harusnya lebih tinggi
Di sisi lain, pengamat properti sekaligus Direktur Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda berpendapat capaian program Sejuta Rumah pada tahun ini seharusnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Itu karena besarnya kebutuhan rumah dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Seperti diketahui, backlog di Tanah Air berkisar 11,4 juta unit.
“Seharusnya capaian tahun ini dapat lebih tinggi lagi karena permintaan memang cukup tinggi. Apalagi, permintaan dari segmen menengah bawah. Anggaran perumahan juga harus lebih besar pada tahun depan,” ujar Ali saat diminta tanggapan, kemarin.
Dia mengamini capaian program sejuta rumah 1,21 juta unit pada tahun ini lebih tinggi dari realisasi 2018 sebesar 1,13 juta unit.
Akan tetapi, realisasi sepanjang tahun ini dikatakannya mencakup unsur rumah swadaya dan rumah khusus, yang sejatinya tidak dapat dimasukkan dalam pencapaian.
Pemerintah, lanjut dia, perlu menyiapkan hunian yang terkoneksi dengan transit oriented development (TOD). Ini khususnya untuk hunian di wilayah perkotaan.
“Pemerintah diharapkan tidak hanya fokus pada fisik yang terbangun, tapi juga memastikan manfaat dari hunian tersebut,” pungkas Ali. (S-3)
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, melontarkan apresiasi sekaligus tantangan kepada para pengembang rumah subsidi.
Pesona Kahuripan (PK) Group telah sukses membangun tidak kurang dari 14 ribu unit hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),
BADAN Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mendorong agar akad kredit Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hanya boleh dilakukan ketika rumah sudah siap huni.
Rumah subsidi yang semakin kecil tidak hanya berdampak pada kenyamanan fisik, tetapi juga mengganggu kualitas hubungan antara anggota keluarga.
Usulan rumah subsidi 14 meter persegi (m²) oleh Lippo Group menuai perhatian luas dan memicu perdebatan soal status serta regulasi.
Keberadaan rumah subsidi berukuran kecil menjadi krusial di kawasan perkotaan karena harga lahan cenderung tinggi dan ketersediaannya terbatas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved