Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
BANK Indonesia (BI) sebagai bank sentral Republik Indonesia kembali memutuskan untuk menurunkan lagi suku bunga acuannya yaitu BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,25%.
BI juga mengeluarkan kebijakan untuk melonggarkan aturan Loan to Value ( LTV) dan Finance to Value (FTV) bagi pembiayaan kepemilikan properti, baik rumah tapak, rumah tinggal maupun rumah kantor dan rumah toko.
Country Manager Rumah.com, Marine Novita menyambut baik adanya dua kebijakan baru dari Bank Indonesia tersebut, yang diharapkan bisa menggairahkan industri properti yang belakangan ini sedang dalam kondisi melandai.
“Adanya penurunan suku bunga BI 7 Days Repo Rate menjadi 5,25% dan pelonggaran aturan LTV diharapkan bisa menjadi stimulus bagi industri properti di Indonesia terutama dalam penyaluran KPR bagi konsumen yang akan membeli hunian. Dengan kebijakan tersebut, bank memiliki keleluasaan untuk mengambil risiko dalam menyalurkan kredit dan memberikan batas minimum uang muka (down payment) KPR juga akan bisa lebih ringan,” jelas Marine,melalui rilis yang diterima,Kamis (26/9).
Berdasarkan Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2 2019, terlihat kepuasan secara umum terhadap iklim industri properti Indonesia sedang menurun.
Baca juga : Properti Kelas Menengah Bawah bakal Bertumbuh
Iklim industri properti di tanah air saat ini tercatat meraih skor 31%, menurun dari skor 34% pada semester sebelumnya.
Tingkat kepuasan terhadap industri properti Indonesia yang sedang menurun ini, menurut hasil survei Rumah.com, disebabkan oleh value yang didapat antara properti yang ditawarkan dengan harga yang diminta semakin dianggap tidak wajar dan tidak senilai uangnya.
Selain itu juga semakin banyak responden yang menganggap bahwa properti yang ditawarkan saat ini tidak menarik, sementara harganya terlalu tinggi.
Menurut Rumah.com Property Affordability Sentiment Index H2 2019, selain suku bunga yang tinggi, ketidakpuasan konsumen terhadap iklim properti di Indonesia juga disebabkan oleh harga properti yang mahal atau malah overpriced (menurut 82% responden), harga properti yang terus meningkat (65% responden), kondisi ekonomi yang belum begitu baik (53% responden) dan keterbatasan pilihan pembiayaan yang bagus (37% responden).
Marine menjelaskan, harga properti yang mahal dan terus meningkat memang selalu dipandang dari dua sisi. Bagi mereka yang optimistis, mereka melihatnya sebagai peluang investasi di masa depan.
Sementara mereka yang pesimistis, ini disebabkan keraguan terhadap kemampuan finansialnya. Mereka yang belum yakin dengan kemampuan kemungkinan adalah mereka yang masih awam atau kurang informasi.
“Sementara jika ada konsumen yang mengeluhkan suku bunga yang tinggi namun jika kita lihat berdasarkan data dan ditarik mundur, tingkat suku bunga yang berlaku saat ini tidak lebih tinggi dari suku bunga pada 2015. Oleh karena itu, setelah dua kebijakan Bank Indonesia tersebut berlaku secara efektif maka diharapkan industri properti bisa menggeliat kembali,” jelas Marine.
Baca juga : Saat Tepat untuk Beli Properti
Ekonom Permata Bank, Josua Pardede menambahkan bahwa keputusan BI untuk menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75bps menjadi 5,25% sejak Juli 2019 sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global.
Penurunan suku bunga acuan BI diperkirakan akan langsung diikuti penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), yang pada umumnya akan direspon dengan penurunan suku bunga deposito yang selanjutnya akan mendorong juga penurunan suku bunga kredit.
“Transmisi kebijakan moneter ini yang pada akhirnya mempengaruhi suku bunga kredit, tidak terkecuali suku bunga kredit KPR. Dengan fakta bahwa BI sudah merelaksasi kebijakan makroprudensial nya dengan menurunkan LTV sejak Agustus 2018, maka diperkirakan bahwa apabila suku bunga KPR berpotensi turun menyesuaikan penurunan suku bunga acuan BI. Oleh karena itu, permintaan terhadap properti dan KPR diperkirakan akan berangsur naik paling cepat akhir tahun ini atau awal tahun depan,” katanya.
Josua juga menambahkan, berdasarkan survei Bank Indonesia, indeks harga properti residential pada Q2 2019 menunjukkan kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya. Secara kuartalan, harga properti residential melambat dari 0,49% qtq menjadi 0,20% qtq dan secara tahunan melambat dari 2,04% yoy menjadi 1,47% yoy.
“Peningkatan harga properti didorong oleh kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja. Sementara, harga properti residential pada Q3 2019 diperkirakan masih mengalami kenaikan 1,76%qtq. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, harga properti residential diperkirakan meningkat 1,82%yoy dari Q2 2019 sebesar 1,47%yoy. Kenaikan harga rumah diperkirakan terjadi pada rumah tipe kecil,” jelasnya. (OL-7)
Krisis iklim menuntut semua sektor bertindak cepat, termasuk industri properti yang menjadi salah satu penyumbang emisi karbon terbesar.
Program insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) terbukti menjadi penyelamat bagi masyarakat yang ingin mewujudkan mimpi memiliki rumah pertama.
Melalui kerja sama ini, Farmtopia by Dairyland akan mengembangkan lahan seluas 5,5 hektar di dalam kawasan CitraGarden Malang.
ONE Global Capital berencana mengembangkan properti mixed-use mid-rise di Five Dock, kawasan suburban Sydney, Australia.
Synthesis Development dengan bangga meresmikan Baltic Clubhouse sebagai fasilitas eksklusif terbaru di kawasan hunian Synthesis Huis yang terletak di Cijantung, Jakarta Timur.
LAFLO menyalurkan furnitur keluaran Eropa ke hunian-hunian berupa apartemen mewah di Tanah Air. Selain LAFLO, sister company LAFLO, Pita, menyediakan furnitur merek lokal dan China.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved