Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pemerintah Nilai Penaikan Cukai Rokok 23% Wajar

Andhika Prasetyo
15/9/2019 07:40
Pemerintah Nilai Penaikan Cukai Rokok 23% Wajar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution .(MI/Susanto)

MENTERI Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai penaikan cukai rokok hingga 23% pada tahun depan merupakan hal yang wajar. Pasalnya, pemerintah pada tahun ini tidak menerapkan kebijakan penaikan cukai untuk rokok.

“Tahun ini kan tidak naik, jadi ya wajar kalau tahun depan naiknya langsung besar,” ujar Darmin di Jakarta, kemarin. Pemerintah memang rutin menaikkan cukai rokok dengan besaran rata-rata 10% setiap tahun.

Namun, pada tahun ini, hal itu tidak dilakukan. Menurut Darmin, pemerintah memiliki sejumlah alasan kuat di balik penaikan cukai rokok tahun depan. Hal pertama ialah untuk menurunkan angka konsumsi rokok dan untuk meningkatkan penerimaan negara.

Dalam RAPBN 2020, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai atas tembakau mencapai Rp171,9 triliun. Angka itu naik dari proyeksi tahun ini yang mencapai Rp158,9 triliun.

Sementara itu, Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menyayangkan keputusan pemerintah yang akan menaikkan cukai rokok rata-rata 23% dan harga jual eceran (HJE) 35% tahun depan.

Ketua Umum Perkumpulan Gappri, Henry Najoan, mengatakan kebijakan itu jelas memberatkan industri hasil tembakau. Lebih parah lagi, lanjutnya, keputusan itu diambil tanpa melibatkan para pelaku industri rokok.

“Selama ini, informasi yang kami terima tentang rencana penaikan cukai di kisaran 10%. Itu merupakan angka yang moderat meski bagi kami juga sudah berat, tetapi ternyata diputuskan naik sampai 23%,” kata Henry kepada Media Indonesia, kemarin.

Jika cukai rokok naik 23% dan HJE naik 35%, industri rokok harus menyetor cukai hingga Rp185 triliun di 2020. Itu belum termasuk pajak rokok 10% dan pajak pertambahan nilai 9,1% dari HJE.

“Setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp200 triliun. Belum pernah terjadi penaikan cukai dan HJE yang sebesar ini,” ucapnya.

Persoalan lain yang kini diha­dapi industri  hasil tembakau (IHT) ialah peredaran rokok ilegal. Ketika cukai naik 10% saja, peredaran rokok ilegal menjadi marak. “Bagaimana kalau sampai 23%, pasti akan lebih tinggi lagi peredaran rokok ilegal,” tuturnya.

Semua persoalan itu akan bermuara pada satu titik, yaitu turunnya produksi IHT yang akan membuat serapan tembakau dan cengkeh melemah. Akhirnya, petani dan tenaga kerja yang akan terdampak.

“Pemerintah terlihat tidak peduli pada industri hasil tembakau, tidak memperhatikan nasib tenaga kerja dan petani tembakau dan cengkeh,” tandasnya. (Pra/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya