Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Perang Dagang Bisa Memicu Naiknya Pengangguran di AS

Fetry Wuryasti
02/9/2019 08:33
Perang Dagang Bisa Memicu Naiknya Pengangguran di AS
Ilustrasi(AFP)

AWAL pekan lalu pasar keuangan di dunia diwarnai kekhawatiran akibat tensi perang dagang antar AS-Tiongkok yang terus naik. Ditambah menyusul pengumuman resmi Tiongkok akan memberlakukan tarif baru senilai US$75 miliar terhadap barang-barang impor AS. Tarif baru yang ditetapkan antara 5%-10% dan mulai berlaku secara bertahap mulai 1 September dan 15 Desember.

Pekan lalu pasar juga diwarnai kekhawatiran inversi kurva yield surat utang AS. Surat utang yield spread 10 tahun treasury yield, dan 2 tahun treasury yield menjauh 5 basis point yakni 1,476% dengan 1,526%, merupakan kurva terendah sejak 2007.

Kurva terbalik juga terjadi pada yield obligasi bertenor 3 bulan dengan obligasi bertenor 30 tahun yakni 1,955%. Yield kurva terbalik atau inversi yield curve, yakni yield obligasi tenor jangka pendek lebih tinggi ketimbang obligasi tenor panjang. Sejarah mencatat Sejarah mencatat awal resesi AS selalu ditandai dengan terjadinya kurva terbalik.

Di akhir pekan ini Tiongkok memberikan indikasi bahwa negosiasi perdagangan dapat kembali dilakukan. Rencananya pertemuan negosiasi perdagangan akan dilakukan pada September ini. Menteri perdagangan Tiongkok Gao Feng mengharapkan AS membatalkan tarif tambahan untuk menghindari kembali eskalasi perang dagang.

Selain itu Tiongkok juga tidak berencana untuk bertindak terlalu cepat dalam membalas tarif bea impor terbaru yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.

"Pekan ini pasar masih mungkin dipengaruhi oleh tarif yang dimulai berlaku pada 1 September. AS dan Tiongkok akan punya pengaruh jangka panjang pada perekonomian," ujar Hans Kwee Direktur PT. Anugerah Mega Investama, Senin (2/9), melalui keterangan yang diterima.

Rencana kenaikan tarif impor sebesar 25% pada kendaraan dan 5% spare part kendaraan yang dibuat di AS dan diekspor ke Tiongkok yang diberlakukan pada 15 Desember 2019, diperkirakan akan menurunkan aktivitas ekspor impor secara signifikan. Kenaikan tarif ini bisa memicu naiknya angka pengangguran di AS.

Melunaknya sikap Tiongkok dan akan mulai masuk ke meja perundingan terkait perang dagang juga akan menjadi katalis pengerak pasar. Rencana tanggal pertemuan akan mempengaruhi pergerakan pasar.

baca juga: Diskon Rokok, Rp1,73 T Bisa Hilang

"Data inflasi Indonesia yang keluar di awal bulan juga menjadi katalis pasar. Kami perkirakan inflasi masih akan rendah. Hal ini tentu hal positif bagi pasar dan membuka peluang Bank Indonesia untuk kembali mempertimbangkan penuruan 7 days repo. Pelaku pasar AS juga punya harapan agar The Fed melakukan penurunan suku bunga acuan pada bulan Septeber ini," tambahnya. (OL-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya