Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Pelonggaran Fiskal Dibutuhkan di Tengah Perang Dagang AS-China

Nur Aivanni
24/8/2019 21:18
Pelonggaran Fiskal Dibutuhkan di Tengah Perang Dagang AS-China
Ilustrasi(ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

DIREKTUR Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan bahwa pelonggaran fiskal dibutuhkan di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Pelonggaran fiskal yang dimaksud yaitu meningkatkan belanja dan melonggarkan pajak.

"Dari sisi fiskal selain dibutuhkan belanja yang lebih besar, juga dibutuhkan kebijakan pelonggaran pajak," kata Piter kepada Media Indonesia, Sabtu (24/8). Pelonggaran pajak tersebut seperti pemberian fasilitas insentif pajak termasuk tax holiday dan tax allowance.

Dari sisi moneter, meski Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuannya menjadi 5,5%, menurut Piter, masih dibutuhkan operasi moneter yang lebih ekspansif. "Dari sisi moneter masih dibutuhkan operasi moneter yang lebih ekspansif," ucapnya.

Untuk diketahui, Tiongkok telah mengumumkan akan mengenakan tarif impor kepada produk AS senilai USD 75 miliar. AS kemudian juga merespons balik atas apa yang dilakukan Tiongkok. AS juga akan menaikkan tarif impor baru untuk produk Tiongkok senilai USD 250 miliar menjadi 30% dari sebelumnya yang sebesar 25%. Juga, AS akan menaikkan tarif atas produk Tiongkok senilai USD 300 miliar menjadi 15% dari sebelumnya 10%.

"Perang dagang yang semakin sengit akan menyebabkan perlambatan ekonomi global semakin dalam. Permintaan global juga akan turun dan mengakibatkan volume dan harga barang-barang yang diperdagangan secara global tertahan di level rendah," terangnya.

Jika begitu, lanjut Piter, eskalasi perang dagang tersebut akan mempersulit Indonesia untuk mendorong ekspornya. Di sisi lain, ada potensi Indonesia akan menjadi sasaran penetrasi bagi barang-barang impor negara lain. Terhambatnya ekspor dan peningkatan impor tersebut akan mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia akan terus berpotensi defisit.

Sementara itu, kata dia, potensi melambatnya ekonomi di masing-masing negara akan direspons dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar. Maka itu, lanjutnya, pemerintah dan BI perlu memberikan stimulus perekonomian agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih terpacu. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik