Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
Bank Indonesia (BI) kembali memberikan sinyal untuk menurunkan tingkat suku bunga acuannya yang saat ini berada di level 5,75%.
Hal itu diungkapkan Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo.
Dirinya mengungkapkan, pihaknya selalu melihat kemungkinan yang ada untuk kembali menurunkan suku bunga acuan guna memberikan kebijakan makroprudensial yang longgar.
“Kita masih akan liat lagi ke depan. Kita sebentar lagi akan lakukan RDG. Pak Gubernur BI (Perry Warjiyo) telah katakan ruang (untuk turunkan suku bunga) ada. Jadi tinggal timing-nya,” kata Dody di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, kemarin.
Dirinya mengungkapkan, pihak BI tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menurunkan tingkat suku bunganya.
Hal itu akan dilihat dari kondisi perekonomian domestik dan global, khususnya perang dagang antara AS dan Tiogkok.
“Timing jadi penting sebab bagaimana risiko yang harus dilihat ke depannya. Risiko tentu lebih banyak pasar global bagaimana trade war masih akan berlanjut sedalam permasalahannya,” tuturnya.
Di sisi lain, dari segi kebijakan akomodatif, Dody mengungkapkan pelonggaran kebijakan makroprudensial akan dilakukan dengan mendorong sejumlah sektor prioritas.
Selain itu, pihaknya juga memberikan dukungan pada kemudahan sistem pembayaran dengan melibatkan financial technology guna menciptakan ekonomi yang lebih efisien.
Sejauh ini baru Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang merespons penurunan suku bunga acuan BI dengan menurunkan suku bunga kredit. Bank-bank lain baru pada tahap menurunkan suku bunga simpanan.
Pekan lalu, BRI mengumumkan bahwa pihaknya menurunkan suku bunga 50 basis poin untuk segmen kredit mikro, ritel, dan konsumer.
Nasib rupiah
Untuk diketahui, BI umumnya juga melihat dampak penurunan suku bunga acuannya kepada pergerakan nilai tukar rupiah. Penurunan suku bunga oleh BI tidak boleh membuat daya tarik investasi di pasar keuangan indonesia terganggu.
Oleh karena itu BI juga memantau pergerakan suku bunga di negara-negara yang menjadi peer group Indonesia.
Kemarin nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah seiring masih tingginya permintaan valuta asing (valas). Rupiah melemah 56 poin atau 0,39% menjadi 14.250 per dolar AS dari sebelumnya 14.194 per dolar AS.
Analis pasar uang dari Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto mengatakan, pelemahan rupiah dipicu kombinasi faktor eksternal dan domestik.
“Rupiah terdepresiasi karena memang selain faktor eksternal, ada faktor internal juga. Permintaan valas masih besar setelah kemarin data current account deficit (CAD) kuartal II keluar, ujar Rully.
Dari eksternal, tensi perang dagang kembali meninggi setelah Amerika Serikat dan China kembali saling balas dalam menerapkan kebijakan perdagangan luar negerinya.
“Sampai dengan kuartal III, kemungkinan demand untuk perusahaan dalam membayar utang dan pembayaran dividen masih tinggi,” kata Rully.
Berdasarkan penjelasan faktor pelemahan rupiah itu, kemungkinan BI tidak akan memasukkannya dalam pertimbangan utama memutuskan penurunan suku bunga. (E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved