Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
BADAN Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendorong pemerintah mengkaji ulang strategi ketahanan energi nasional. Tragedi padamnya listrik massal yang melanda Jabodetabek dan sebagian Jawa Barat serta Banten menjadi bukti masih rapuhnya sistem ketahanan energi Tanah Air.
“Jelas ini sebuah tragedi. Energi listrik adalah kebutuhan dasar yang menunjang perekonomian nasional. Silakan dihitung besarnya kerugian akibat perstiwa kemarin,” kata Ketua BPKN Ardiansyah Parman, Selasa (6/8).
Dalam catatannya, padamnya listrik pada Minggu (4/8) itu terjadi di daerah yang dihuni 40% dari populasi nasional. Tak bisa dimungkiri, kegagalan sistem kelistrikan nasional itu mengakibatkan kerugian dalam skala besar.
Pemadaman tersebut juga berimbas buruk pada berbagai sektor pelayanan strategis seperti transportasi publik, telekomunikasi, serta sistem pembayaran dan jasa keuangan.
Pemerintah, ucap Ardiansyah, perlu mengevaluasi pengelolaan kelistrikan yang dimonopoli satu badan usaha milik negara. Baginya, kini sudah saatnya swasta ikut berinvestasi infrastruktur kelistrikan, terutama sumber daya terbarukan.
“Sistem monopoli seperti ini jelas tidak aman untuk keberlangsungan listrik di Tanah Air,” ujar Ardiansyah.
Ia pun mendesak PLN membuat rangkaian algoritma untuk mengenali semua skenario kegagalan operasional skala besar sekaligus membuat rencana kontigensi yang lebih andal.
“Selain harus mengevaluasi dan memperbaiki manajemen risiko dan sistem kedaruratan, PLN juga harus memulihkan kerugian yang menimpa puluhan juta konsumen, termasuk pelaku usaha,” tandasnya.
Di kesempatan berbeda, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menilai padamnya listrik di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten itu akibat rumitnya jaringan listrik yang dikelola PT PLN.
Ketua Umum PII Heru Dewanto menjelaskan, saat ini sistem jaringan listrik Indonesia berupa kombinasi sistem besar (150-500 KV), sistem menengah (20-70 KV), sistem kecil tegangan rendah (220 V), dan sistem isolated.
“Bayangkan, semuanya harus melistriki lebih dari 17.500 pulau yang tersebar di seluruh Nusantara,” kata Heru.
Parahnya lagi, tambah dia, sistem kelistrikan yang rumit itu bergantung hanya pada satu institusi, yaitu PLN. Karena itu, PLN sudah tak mungkin lagi sendirian dalam mengurusi ketenagalistrikan di negara kepulauan seluas dan sebesar Indonesia.
Berbasis kepulauan
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Febby Tumiwa mengatakan Indonesia perlu mengembangkan sistem ketenagalistrikan berbasis kepulauan. Hal itu sebagai upaya mengamankan pasokan energi apabila suatu saat terjadi gangguan sistem yang dapat menyebabkan pemadaman aliran listrik.
“Untuk Indonesia, kita harus mengembangkan sistem ketenagalistrikan berbasis kepulauan. Sumber daya energi yang ada di pulau-pulau itu harus dikembangkan,” kata Febby di Jakarta, Selasa (6/8).
Dia menjelaskan sistem ketenagalistrikan yang tersentralisasi saat ini tidak cocok untuk Indonesia sebagai negara kepulauan karena terhalang laut.
Untuk mengembangkan listrik berbasis kepulauan maka yang perlu diperhatikan ialah faktor permintaan listrik, karakter pengguna listrik, hingga ketersediaan energi primer setempat. (Ant/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved