Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Kepailitan dan PKPU Momok bagi Pelaku Usaha

Selamat Saragih
31/7/2019 21:10
Kepailitan dan PKPU Momok bagi Pelaku Usaha
Diskusi Solusi Penyelesaian Utang melalui Mekanisme Kepailitan dan PKPU' di Jakarta, Rabu, Diskusi yang digelar PT Sukses Indah Prima(ist)

KEPAILITAN dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hingga kini masih menjadi mimpi buruk bagi para pelaku usaha di Indonesia. Sebab, cukup dengan dua kreditur dan satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, tanpa adanya syarat minimal jumlah utang, suatu pihak sudah dapat dipailitkan.

Belum lagi adanya hak bagi kreditur yang bisa mengajukan permohonan PKPU terhadap debiturnya juga masih menjadi polemik hingga kini. Mengingat bagaimana mungkin kreditur mengetahui ketidakmampuan debitur untuk membayar kewajibannya kepada para kreditur. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, hanya debitur yang bisa mengajukan permohonan PKPU.

Adapun kreditur sendiri, khususnya kreditur separatis selaku pemegang jaminan, haknya sudah ditutup dan dijamin apabila debitur wanprestasi. Namun, dalam realitasnya, cukup banyak juga kreditur separatis yang mengambil langkah PKPU terhadap debiturnya.

Persyaratan yang sederhana, serta tidak adanya batasan jumlah tagihan bagi kreditur untuk mengajukan permohonan PKPU atau kepailitan, menjadi hal yang rawan disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu guna mematikan lawan-lawan bisnisnya.

Demikian benang merah dari diskusi bertema 'Solusi Penyelesaian Utang melalui Mekanisme Kepailitan dan PKPU' di Jakarta, Rabu (31/7). Diskusi yang digelar PT Sukses Indah Prima (SIP Corp) menghadirkan Sugeng Riyono, hakim yang pernah bertugas di Pengadilan Niaga, Sekretaris Jenderal Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Imran Nating, dan CEO Margahayulang Development, Anti Gantira Nathin.

Menurut Anti, mekanisme kepailitan dan PKPU memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam iklim usaha di Indonesia.

"Apa yang pengusaha butuhkan dalam kondisi perekenomian saat ini, salah satunya adalah produk hukum nasional yang menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pelaku usaha, guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional," ujar Anti.

Anti juga berpendapat bahwa mekanisme PKPU lebih tepat jika hanya dimanfaatkan oleh debitur guna menyelesaikan kesulitan finansialnya. Melalui mekanisme PKPU, debitor diberi kesempatan untuk memperbaiki keadaan ekonomisnya dan menghasilkan laba.

"PKPU dapat menjaga agar jangan sampai debitor yang sedang dalam keadaan tidak likuid dan sulit mendapat kredit malah dibuat menjadi pailit, sedangkan jika diberi waktu dan kesempatan besar harapan debitur bisa membayar lunas utangnya," ungkap Anti.

Sementara, Sugeng menegaskan bahwa PKPU merupakan upaya terakhir yang paling efektif bagi debitur untuk menyelesaikan permasalahan utang-piutangnya. Bagi debitur yang memiliki banyak kreditur, penyelesaian melalui kesepakatan restrukturisasi utang tentu akan sulit dilakukan.


Baca juga: Revisi Aturan Pengembalian PPN untuk Turis Asing Rampung Agustus


"Kalau debitur tidak bisa menyelesaikan secara sendiri-sendiri utangnya melalui perdamaian biasa, karena kreditur lain tidak terikat, yang terikat adalah siapa yang menandatangani perjanian damai itu. Tapi berbeda jika melalui PKPU, karena di sini ada pengurus dan hakim pengawas, serta semua kreditur akan diundang untuk menyepakati proposal perdamaian. Ini yang saya maksud efektif dalam PKPU," tegas Sugeng yang saat ini menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Yogyakarta.

Sugeng juga menerangkan kelebihan dari mekanisme PKPU, bahwa debitur selaku pelaku usaha secara langsung didampingi oleh Pengurus dan Hakim Pengawas dalam melakukan rapat dengan para krediturnya.

"Dalam proses PKPU ada kepastian hukum untuk debitor dan dari sisi ekonomis, bisnis debitor tetap bisa berjalan dan didampingi oleh pengurus," ujarnya.

Sekjen AKPI, Imran Nating, juga sependapat jika PKPU saat ini menjadi instrumen terbaik bagi debitur untuk menyelesaikan masalah utangnya dan menghindari kepailitan.

"Hanya 3 hari sejak debitur mendaftarkan permohonan PKPU, Pengadilan Niaga harus mengabulkan PKPU sementara dan menunjuk seorang hakim pengawas dan mengangkat pengurus," ungkap Imran.

Menurut Imran yang juga seorang advokat, semenjak dinyatakan dalam PKPU, debitur seharusnya memanfaatkan keadaan ini untuk bernegosiasi dengan para krediturnya agar menyepakati proposal perdamaian. Mekanisme PKPU bisa benar-benar menjadi solusi untuk penyelesaian utang-utang debitur.

Walaupun demikian, Imran juga mengingatkan kepada pelaku usaha yang berkedudukan sebagai debitur untuk tidak menyia-nyiakan mekanisme ini.

"Sekali saja debitur gagal melaksanakan yang sudah dijanjikan dalam proposal perdamaian, dan ada kreditur yang memohonkan pembatalan perdamaian, dikasi waktu 30 hari, jika gagal maka berikutnya debitur dinyatakan pailit, maka debitur jangan main-main," ungkapnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik