Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 12 pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dapat mulai beroperasi dalam rentang waktu 2019 hingga 2022.
Pembangunan PLTSa itu juga sebagai bentuk tanggung jawab menyediakan energi terbarukan berbasis biomassa setempat. Upaya itu dinilai mampu menciptakan penyediaan energi listrik secara terjangkau, sekaligus dapat memperbaiki kualitas lingkungan.
"Membangun PLT Sampah bertujuan membersihkan sampah itu sendiri. Nilai ekonomi dari listrik yang dihasilkan adalah bonus yang patut disyukuri," ungkap Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam pernyataan resmi, kemarin.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menambahkan bahwa sesuai rencana, 12 pembangkit tersebut akan mampu menghasilkan listrik hingga 234 Megawatt (MW) dari sekitar 16 ribu ton sampah per hari.
Surabaya akan menjadi kota pertama yang mengope- rasikan pembangkit listrik berbasis biomassa tersebut dari volume sampah sebesar 1.500 ton/hari dengan nilai investasi sekitar US$49,86 juta. Pembangkit ini diperkirakan mampu menghasilkan daya sebesar 10 MW.
Lokasi PLTSa kedua berada di Bekasi dengan investasi sebesar US$120 juta dan menghasilkan daya 9 MW.
Selain itu, ada tiga pembangkit sampah yang berlokasi di Surakarta dengan daya 10 MW, Palembang dengan daya 20 MW, dan Denpasar dengan daya 20 MW. Total investasi untuk menghasilkan listrik dari ketiga lokasi yang mampu mengelola sampah sebanyak 2.800 ton/hari tersebut sebesar US$297,82 juta.
PLTSa di DKI Jakarta dengan jumlah investasi US$345,8 juta mampu menghasilkan daya sebesar 38 MW. PLTSa Bandung menghasilkan daya 29 MW dengan nilai investasi US$ 245 juta. Tidak ketinggalan Kota Makassar, Manado, dan Tangerang Selatan dengan kapasitas 20 MW dan investasi US$120 juta. (Aiw/E-1)
Penggunaan komposter memungkinkan masyarakat mengolah sampah organik menjadi kompos, mengurangi emisi metana, dan memperbaiki kualitas tanah secara lokal.
Program Adipura tidak lagi hanya menjadi simbol kota bersih, melainkan indikator strategis tata kelola persampahan modern, adil, dan berkelanjutan.
RDF Rorotan tetap menjadi salah satu strategi utama Pemprov DKI dalam mengatasi persoalan sampah, sembari menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi ke depan.
LEMBAGA Pemantau Penyimpangan Aparatur Daerah (LP2AD) menilai Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan bisa menjadi sebagai standar nasional dalam pengelolaan sampah perkotaan.
Asep mengatakan selama ini sampah dari kawasan PIK masih dibuang ke TPST Bantargebang. Di sisi lain, Asep menyinggung soal kondisi Bantargebang yang sudah penuh.
Pemerintah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, menggelar pelatihan pengelolaan sampah
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved