Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Perlu Kebijakan Terpadu untuk Dorong Ekspor

Andhika Prasetyo
10/7/2019 07:10
Perlu Kebijakan Terpadu untuk Dorong Ekspor
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

KEINGINAN pemerintah menekan defisit neraca perdagangan dengan meningkatkan ekspor ibarat menempuh jalan terjal.

Sebagaimana pengakuan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Mukti Sardjono, kepada Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

"Contohnya minyak goreng yang merupakan produk hilir dari minyak sawit mentah (CPO). Ekspor minyak goreng kemasan memakan biaya lebih tinggi. Mengapa selama ini banyak pengusaha memilih mengekspor barang setengah jadi. Kami minta kemudahan dari pemerintah," kata Mukti.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengungkapkan pemerintah punya pekerjaan rumah memangkas tarif bea masuk di negara tujuan untuk produk barang jadi. "Terutama untuk produk kreatif. Ada pelaku kreatif dari Bandung. Produknya laku di luar negeri, tetapi di sana dikenai pajak. Akhirnya, tambahan biaya itu dibebankan kepada pembeli. Ini akan mengurangi daya saing produk kita."

Kendati demikian, menurut Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, pengusaha tidak boleh berhenti berinovasi untuk menghasilkan komoditas bernilai tambah yang berorientasi ekspor.

"Industri harus dipacu agar produk unggulan kita bervariasi, tidak melulu CPO," ujar Enggar.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mewanti-wanti kabinetnya untuk mewaspadai data BPS. Ekspor Januari-Mei 2019 secara year on year turun 8,6%. Impor Januari-Mei juga turun 9,2%.

"Neraca perdagangan kita selama Januari-Mei defisit US$2,14 miliar, tetapi Indonesia punya kesempatan untuk meningkatkan ekspor. Apalagi dengan belum berakhirnya perang dagang antara AS dan Tiongkok," ungkap Presiden dalam sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7).

Pada sisi lain, pemerintah berpeluang melibatkan lebih banyak lagi pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnis dan memperluas pasar mereka ke mancanegara. Untuk itu, Bank Indonesia (BI) memfasilitasi UMKM dalam temu bisnis dan konsultasi bisnis selama Pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2019 pada 12-14 Juli 2019 di JCC, Jakarta.

Kepala Departemen Pengembangan UMKM BI, Budi Hanoto, mengatakan dalam KKI pelaku UMKM dipertemukan dengan lembaga keuangan, marketplace, dan importir luar negeri.

Sekjen Kementerian Perindustrian Haris Munandar menilai industri manufaktur yang berorientasi ekspor semakin menggeliat.

"Multiplier effect meliputi peningkatan penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa dari ekspor. Menurut Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat kelima di antara negara-negara G-20. Pada triwulan pertama, ekspor manufaktur Indonesia menembus angka US$30 miliar," tandas Haris melalui siaran persnya, kemarin. (Aiw/Try/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya