Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Melalui program sejuta rumah, pemerintah berkolaborasi dengan swasta dan masyarakat untuk menutup target yang dicanangkan.
KEMENTERIAN Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) menghadapi kendala dalam pemenuhan rencana strategis pembangunan perumahan 2015-2019. Hal itu terjadi lantaran minimnya anggaran.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan PU-Pera Khalawi Abdul Hamid dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/3), mengatakan alokasi anggaran yang minim itu tidak seimbang dengan target yang terlampau tinggi. "Targetnya dulu itu di RPJMN membangun rusun 550 ribu unit. Tapi kita lima tahun dengan anggaran yang ada cuma mampu membangun 50 ribu unit. Pak Menteri bilang tidak usah direvisi. Jadi, dengan uang yang ada kita optimalkan," katanya seperti dikutip Antara.
Khalawi menuturkan, minimnya alokasi anggaran pemerintah ditambah target yang ada, dipastikan masalah backlog (jumlah kebutuhan rumah) tidak akan tuntas dalam lima tahun. Namun, lanjut dia, pemerintah selama empat tahun terakhir terus mencari solusi dan inovasi untuk memenuhi target tersebut, di antaranya dengan program sejuta rumah.
"Jadi, dengan program sejuta rumah ini pemerintah bisa kolaborasi dengan swasta dan masyarakat untuk menutup ini (target) karena keuangan negara tidak mencukupi untuk bisa membangun secara langsung," ujarnya.
Selain anggaran minim, lanjutnya, kendala lain yang dihadapi ialah belum maksimalnya regulasi tentang perumahan dan kawasan permukiman.
Kelangkaan lahan dan kenaikan harga bahan bangunan juga menjadi kendala yang dihadapi. Belum lagi kebijakan percepatan dan kemudahan perizinan belum sepenuhnya terlaksana. Ditambah lagi banyak kualitas rumah dan perumahan baru di bawah standar.
Lembaga tersendiri
Di sisi lain, menurut Managing Director PT SPS Group Asmat Amin, kendala yang dihadapi pemerintah dalam pemenuhan rumah rakyat sebenarnya bisa diatasi dengan memiliki lembaga tersendiri. Asmat mengambil contoh dari Amerika Serikat dalam pengadaan perumahaan untuk rakyatnya melalui lembaga US Department of House and Urban Development. Menurutnya, Indonesia sangat tepat bila mencontoh 'Negara Paman Sam' itu. Pasalnya, dari segi jumlah penduduk hampir sama, yakni Amerika Serikat memiliki 320 juta penduduk dan Indonesia 265 juta penduduk. Yang membedakan, defisit Amerika Serikat hanya 5,6 juta, sedangkan Indonesia 11,4 juta.
"Inilah yang menyebabkan Indonesia harus melihat cara kerja Amerika Serikat dalam membangun rumah bagi rakyatnya," ujar Asmat saat menjadi pembicara dalam rembuk nasional bertajuk Mengukur Perlunya Kementerian Perumahan Rakyat Kabinet 2019-2024 di Jakarta, Selasa (5/3).
Apalagi, diakui Asmat, Indonesia masih membutuhkan lebih banyak rumah rakyat untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggal. "Setidaknya, setiap tahun kita membutuhkan 800 ribu unit rumah baru," ujar Asmat.
Menurutnya, capaian pembangunan rumah rakyat yang dilakukan pemerintah sebanyak 1 juta per tahun dinilai masih belum cukup mengingat jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah setiap tahun, saat ini mencapai 265 juta penduduk.
Baca Juga: Pembangunan RS Pendidikan Terkendala Anggaran
Dia mengatakan pemerintah harus lebih meningkatkan lagi upaya-upaya dalam membangun rumah rakyat. Untuk memenuhi kebutuhan rakyat, perlu dibangun sebanyak 2,5 juta rumah baru.
Menurut dia, dengan daya beli di Indonesia saat ini sekitar 3,8-4 juta
per bulan, sepertiganya digunakan hunian, sebenarnya potensi pasar untuk rumah rakyat di Indonesia masih sangat besar.
Asmat juga menyarankan agar Kementerian Perumahan Rakyat berdiri sendiri serta dipimpin orang yang paham mengenai perumahan dan cara kerja sebuah perumahan. "Tujuannya agar pembangunan lebih terfokus dan cepat memenuhi permintaan rumah," pungkasnya. (S-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved