Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
MESKI tumbuh pesat, pelaku usata teknologi finansial (fintech) pinjaman antar pihak (peer to peer) di Indonesia dihadapkan pafda sejumlah tantangan terhadap inklusi keuangan di Indonesia.
Otoritas Jasa keuangan mencatat setidaknya ada empat tantangan yang dihadapi fintech pinjaman di Indonesia. Tantangan tersebut berkaitan dengan inklusi keuangan.
Tantangan pertama ialah memenuhi kebutuhan pendanaan keuangan orang yang tidak terlayani perbankan atau underserved poeple. Tantangan kedua ialah memenuhi kebutuhan pendanaan warga yang tidak terlayani bank atau unbanked people.
Jumlah penduduk yang besar dan demografi Indonesia sebagai negara kepulauan juga menjadi tantangan bagi fintech pinjaman. Terakhir, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang jadi target utama fintech pinjaman daring pun berlokasi menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan hingga daerah terpencil (remote area).
Baca juga : Ma’ruf Amin Dorong Fintech dalam Sistem Ekonomi Syariah
"Jadi butuh teknologi di Indonesia yang disebut digital ekonomi. Maka OJK selalu menanyakan balik peran apa yang bisa dimainkan oleh fintech peer to peer untuk menjawab permasalahan ini," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi di Jakarta , Kamis (14/2).
Hendrikus menjelaskan, UMKM yang berada di daerah terpencil, membutuhkan solusi dari fintech pinjaman daring yang bisa mewadadhi kebutuhan dari hulu ke hilir. Mulai dari pinjaman dana hingga ke solusi pengiriman ke tangan konsumen.
Ia menambahkan, jika UMKM didorong masuk ke industri keuangan konvensional, satu-satunya keahlian dari industri keuangan konvensional,kata Hendrikus, hanya memberi pinjaman dan menagihnya.
"Dia tidak bisa membantu UMKM untuk memasarkan produk mencarikan harga terbaik, membantu memasarkan, mengirimkan dan sistem pembayarannya," ujar Hendrikus.
Karena itulah, Hendrikus menegaskan fintech pinjaman daring berperan sebagai alternatif pendanaan bvagi UMKM. Solusi teknologi yang ditawarkan pun bisa dikerja samakan dengan sesama penyedia solusi teknologi lain yang dapat membantu UMKM.
"Sehingga mereka meminjamkan uang sekaligus membangun ekosistemnya. Ini yang kami sebut value chain financing. Pendanaan dari hulu-hilir. Sebanyak 99 fintech terdaftar OJK ini bermain di sektor-sektor ini," tandas Hendrikus. (OL-8)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunda penerapan ketentuan pembagian biaya atau co-payment dalam produk asuransi kesehatan.
OJK mendorong adanya pembagian beban atau cost sharing antara perusahaan asuransi dengan peserta melalui skema copayment.
Novianto menyebut tidak hanya indeks inklusi keuangannya saja yang meningkat, indek literasi keuangan pada tahun 2025 juga turut meningkat.
Dengan adanya kemudahan layanan penyedia dana pensiun, diharapkan dapat meningkatkan kepesertaan khususnya pekerja informal.
OJK mencatat adanya peningkatan dalam penyaluran pinjaman melalui layanan fintech peer-to-peer lending (P2P lending) atau pinjaman online (pinjol), serta skema pembiayaan buy now pay later
OJK telah mengendus potensi penyimpangan atau fraud dalam transaksi surat kredit ekspor (letter of credit/LC) PT Bank Woori Saudara sejak 2023.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved