Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pemerintah akan Urus Pengadaan Tanah untuk Eksplorasi Migas

Andhika Prasetyo
28/1/2019 14:15
Pemerintah akan Urus Pengadaan Tanah untuk Eksplorasi Migas
(Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil -- MI/ADAM DWI )

PEMERINTAH akan mengambil langkah diskresi terkait pengadaan tanah untuk kegiatan hulu minyak dan gas (migas).

Hal tersebut diungkapkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil usai menandatangani nota kesepahaman dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu (SKK) Migas di kantor Kementerian ATR, Jakarta, Senin (28/1).

Ia mengatakan, selama ini, kegiatan hulu migas seperti eksplorasi tidak dianggap sebagai kegiatan pembangunan yang memberikan manfaat kepada masyarakat secara langsung sehingga tidak termasuk dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.

Hal itu membuat kegiatan eksplorasi sering kali terhambat pada tahap pengadaan tanah.

"Itu akhirnya berimbas pada produksi migas di Tanah Air. Kita tahu sekarang produksi migas kita tidak bertumbuh, malah turun. Salah satu penyebabnya adalah minimnya eksplorasi karena lambannya pengadaan tanah untuk kegiatan tersebut," jelas Sofyan.

Baca juga: Kebijakan Ekonomi Pemerintah Berada di Jalur yang Benar

Kegiatan eksplorasi, seharusnya, tidak dibedakan dengan proyek-proyek pembangunan infrastruktur lain seperti jalan tol, bandara dan bendungan.

Upaya di hulu seperti pengeboran minyak juga akan memberikan dampak besar lantaran bisa membuka peluang perekonomian baru bagi masyarakat dan negara.

"Hari ini, produksi migas kita sekitar 800 ribu barel per hari. Kita masih harus impor 1 juta barel per hari karena kebutuhan kita sekitar 1,8 juta barel per hari. Itu yang menyebabkan neraca dagang kita defisit besar. Oleh karena itu kita akan keluarkan diskresi supaya defisit ini bisa ditekan," tegasnya.

Ia menjelaskan, selama ini, dalam kegiatan pengeboran untuk eksplorasi, skema yang dijalankan masih business to business. Artinya pemerintah tidak turun tangan dan pengusaha selalu kesulitan dalam proses pembebasan tanah masyarakat.

"Selama ini, perusahaan migas seperti Chevron di Riau itu sulit sekali mengebor. Di satu titik saja, itu proses urus tanahnya pusing 7 keliling. Tapi, kalau nanti kita buat kegiatan ini sebagai kepentingan umum, setelah diputuskan bahwa tanah itu dibutuhkan negara, kita lakukan appraisal (penilaian). Nanti tim itu yang akan menilai berapa harga tanah, tanaman, bangunan, intinya semua ganti rugi dan itu pemerintah yang bayar," terang Mantan Kepala Bappenas itu.

Ia menyebutkan dana yang digunakan untuk membayar ganti rugi tanah berasal dari kas SKK Migas yang dikumpulkan dari setoran kontraktor migas.

"Ini berasal dari investasi dan ujung-ujunganya kan akan menjadu aset negara juga. Semua aset SKK Migas itu aset negara. Kalau kita bebaskan satu hektare tanah untuk mereka artinya itu didaftarkan sebagai aset negara. Jadi dimanapun dirasa perlu ada eksplorasi, mereka tinggal lapor kepada kami," ucapnya.

Dengan dijalankannya skema itu, ia memastikan proses eksplorasi akan berjalan lebih cepat sehingga potensi penemuan sumber minyak baru sebagai sumber produksi migas lebih terbuka lebar.

Dalam melaksanakan diskresi, ia menyebutkan pemerintah akan mengupayakan mengeluarkan produk hukum baru seperti Peraturan Menteri atau bahkan Peraturan Presiden terkait hal tersebut sehingga aturannya menjadi lebih kuat. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya