Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja memastikan rencana pengeboran Lapindo Brantas Inc terhadap sumur gas di kawasan Jawa Timur tidak akan berjalan, sebelum proses kajian ulang selesai.
"Program pengeboran Lapindo diinstruksikan untuk berhenti dulu. Kita lakukan reevaluasi melalui kajian teknis, kajian sosial. Serta menunggu kajian dari para ahli, SKK Migas, Dewan Energi Nasional (DEN), Badan Geologi, dan lainnya," tutur Wiratmaja saat memberikan konferensi pers di kantornya, Senin (11/1).
Kendati demikian, Wiratmaja tidak bisa memastikan kapan kajian ulang atau reevaluasi yang dimaksudkannya rampung. Dengan begitu, pun terhadap rencana pengeboran sumur gas Tanggulangi (TGA)-6 well pad TGA-1 dan Tanggulangi (TGA)-10 well pad TGA-2 yang dijadwalkan berjalan Maret 2016 ini belum jelas nasibnya. Sebelumnya, Work Programme and Budgeting yang diajukan Lapindo telah mendapatkan lampu hijau dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK migas). Itu, sambung dia, sebenarnya menunjukkan anak perusahaan Bakrie Group tersebut tidak menyalahi prosedur. Adapun tahapan lanjutan untuk memperoleh izin pengeboran, yaitu izin UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan terakhir, persetujuan keselamatan kerja pengeboran dan spud in dari Ditjen Minyak dan Gas Bumi.
"Tidak ada prosedur yang dilanggar. Work Programme sudah disetujui oleh SKK Migas, izin dari daerah sudah ada. Yang belum memang izin dari Migas yang namanya persetujuan keselamatan kerja. Jadi memang bertahap perizinannya dan tidak ada pelanggaran prosedur," jelas dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Djoko Siswanto menambahkan izin dari Kementerian ESDM bisa keluar setelah meliat beberapa aspek komponen keselamatan di lokasi pengeboran. Dia mencontohkan upaya atau langkah antisipasi dari perusahaan apabila terjadi blow out atau semburan. Dari pengecekan di lapangan, hal tersebut belum disediakan Lapindo. Djoko mengakui pemerintah memahami keresahan masyarakat terhadap rencana pengeboran sumur yang berlokasi 2,5 kilometer dari pusat semburan gas dan lumpur Porong. Maka dari itu, pihaknya amat mewanti-wanti agar titik pengeboran dipasangi lapisan (casing) agar tidak memunculkan rekahan yang berujung semburan lumpur.
"Kami juga harus memeriksa rig yang akan dipakai serta fasilitas pengeboran lainnya. Blow Out Preventer juga perlu dan itu belum ada dan dokumen belum diserahkan ke kita. Makanya kami belum berikan persetujuan apa-apa karena ini baru site preparation," ucap Djoko.
Langkah evaluasi yang diambil pemerintah pun didasari oleh kekhawatiran masyarakat yang mencuat belakangan ini. Misalnya terkait komitmen Lapindo dalam memberikan jaminan kepada masyarakat apabila terjadi peristiwa yang merugikan masyarakat akibat aktivitas pengeboran. "Kalau ada blow out lagi, apakah mengganggu masyarakat setempat. Akan dilarikan ke mana mereka? Yang detil-detil seperti itu harus ada," cetus Djoko.
Kala disinggung mengapa Lapindo malah memulai aktivitas pengeboran ketimbang membayar utang dana talangan korban lumpur Lapindo yang dinaungi pemerintah, Dirjen Migas Wiratmaja enggan berkomentar lebih jauh. "Itu di luar kompetisi kami. Posisi kami memang butuh gas untuk industri dan rumah tangga, tapi yang jelas keselamatan kita utamakan," tepis Wiratmaja. Adapun potensi gas yang dihasilkan masing-masing sumur yang hendak digarap Lapindo berkisar 5 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd).(Q-1)