Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
KETUA Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis menilai kebijakan bagasi berbayar yang diterapkan Maskapai Penerbangan Lion Air bersama anak perusahaan Wings Air, sesuai regulasi, namun berpotensi menimbulkan masalah baru.
Ketentuan itu diatur dalam pasal 22, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 185 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Ketentuan itu menyebutkan setiap maskapai dalam menentukan standar pelayanan memperhatikan kelompok pelayanan yang diterapkan masing-masing maskapai, termasuk kebijakan bagasi tercatat disesuaikan dengan kelompok pelayanannya.
Persoalan muncul karena kurangnya sosialisasi maskapai penerbangan kepada konsumen sehingga berakibat miskomunikasi. Kebijakan mengenai penghapusan bagasi cuma-cuma (free baggage allowance) itu dikeluarkan Kamis (3/1), dan diberlakukan Selasa (8/1).
Baca juga : Lion dan Wings Air tidak Lagi Gratiskan Bagasi
"Ini rentang waktu yang sangat mepet untuk proses sosialisasi kepada seluruh rakyat Indonesia pengguna jasa maskapai Wings dan Lion Air," kata Fary kepada wartawan di Kupang, Minggu (6/1) malam
Selain itu, tanbah Fary, adanya potensi penumpukan penumpang pada counter check in sehingga perlu penambahan sumber daya manusia di bagian tersebut. Maskapai harus mampu dan segera mengantisipasi hal ini.
Anggota DPR asal Nusa Tenggara Timur itu minta keamanan bagasi penumpang pasca pemberlakukan bagasi berbayar mesti ditingkatkan.
"Tidak boleh ada lagi keluhan mengenai pembobolan/pencurian bagasi pada maskapai tarif ekonomi yang tempo hari marak diberitakan," tandasnya.
Karena itu, maskapai penerbangan perlu meningkatkan pengawasan sebagai penanggung jawab pengangkut, termasuk SDM dan peralatan) karena pengurusan ground handling seperti bagasi, biasanya diserahkan kepada pihak ketiga.
Akibat adanya bagasi berbayar, menurutnya, tentu konsumen akan lebih mengoptimalkan penggunaan barang atau bagasi di kabin, sedangkan tidak semua jenis barang dapat dimasukkan ke dalam kabin. Hal ini jelas membutuhkan pengawasan lebih ketat oleh maskapai penerbangan.
"Konsumen butuh waktu untuk proses penyesuaian ini. Itu berarti masa sosialisasi seharusnya diperpanjang agar segala risiko ikutan bisa diminimalisir," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan ini membuat maskapai mendapatkan potensi pendanaan tambahan, namun di sisi lain, konsumen atau penumpang akan merogoh kocek lebih dalam terkait penggunaan maskapai tarif ekonomi.
Baca juga : Kemenhub Segera Keluarkan Aturan Ojek Daring
"Terlepas dari perubahan berbagai macam operasional prosedur pelayanan yang dilakukan maskapai penerbangan, yang terpenting adalah jangan sampai standar keselamatan dan keamanan penerbangan menjadi diabaikan, karena hal tersebut merupakan kewajiban, dan seharusnya juga ditingkatkan," ujarnya.
Rekomendasi
Terkait bagasi berbayar tersebut, menurut Fary, Komisi V DPR RI merekomenasikan empat hal yakni operator maskapai penerbangan nasional diminta senantiasa melaksanakan seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk ketika ada perubahan prosedur operasional.
Selain itu dalam hal pengaturan bagasi berbayar bagi maskapai dengan pelayanan standar minimum (no frill) untuk mensosialisasikan pengaturan tersebut kepada seluruh konsumen dan masyarakat agar tidak terjadi miskomunikasi.
Komisi V DPR RI juga meminta operator maskapai melaksanakan dan meningkatkan standar keselamatan dan keamanan penerbangan serta melakukan peningkatan pengawasan terhadap bagasi yang sebelumnya gratis menjadi berbayar. Komisi V DPR RI segera mengundang pihak Kementerian Perhubungan, manajemen Lion dan Wings air untuk agenda dengar pendapat terkait persoalan yang menimbulkan keresahan publik tersebut. (OL-8)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved