Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

BI Berupaya Perkuat Ketahanan Eksternal

Fetry Wuryasti
21/12/2018 10:16
BI Berupaya Perkuat Ketahanan Eksternal
(MI/Panca Syurkani)

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Desember 2018 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga deposit facility sebesar 5,25%, dan suku bunga lending facility sebesar 6,75%.

BI meyakini tingkat suku bunga kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik, termasuk telah mempertimbangkan tren pergerakan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan.

"Ke depan, BI terus ber-koordinasi dengan pemerintah untuk memperkuat ketahanan eksternal, termasuk neraca perdagangan,'' ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Bank sentral memandang terjadinya perubahan kebijakan suku bunga acuan The Federal Reserve (bank sentral AS) pada 2019 setelah sinyalemen yang dikemukakan Gubernur The Fed Jerome Powell pada rapat Komite The Fed pada dini hari kemarin atau Rabu waktu setempat.

BI memerkirakan The Fed bakal dua dua kali lagi menaikkan suku bunga pada tahun depan. "Ekonomi AS yang kuat tahun ini diperkirakan mengalami konsolidasi di 2019. Hal itu menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga Fed fund rate tahun depan," kata Perry.

Dalam kesempatan itu, Perry juga mengungkapkan kemungkinan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sepanjang tahun ini akan berada di kisaran 3% dari produk domestik bruto. Hal itu tecermin setelah perdagangan internasional Indonesia mengalami defisit tertinggi sepanjang tahun ini sebesar US$2,05 miliar pada November lalu.

"Nah buat CAD, ya jangan terlalu kaget nanti akhir kuartal IV itu di atas 3% PDB," kata dia.

CAD merupakan parameter fundamental ekonomi domestik yang merekam arus perdagangan barang dan jasa dari Indonesia ke mancanegara. Oleh karena itu, CAD juga mencerminkan arus devisa yang masuk dan keluar Indonesia. Meskipun defisit, Perry melihat impor yang menjadi musabab defisit itu masih didominasi barang modal dan bahan baku yang akan melahirkan kegiatan ekonomi produktif jangka panjang.

"Apalagi komposisi impornya ialah produktif. Sebagian untuk impornya ialah untuk barang modal dan bahan baku. Oleh karena itu, dalam jangka pendek ini kita berupaya menurunkan CAD ke arah 2,5% dari PDB untuk 2019," kata Perry.

Di tempat terpisah, Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho mengungkapkan, untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, Indonesia perlu meningkatkan eks-por, terutama yang berbasis pengolahan.

Beri insentif
Peneliti P2E LIPI Maxensius Tri Sambodo mengakui untuk menggenjot ekspor bukan pekerjaan mudah. Ekspor yang ada saat ini, kata dia, lebih banyak didorong dari perusahaan-perusahaan asing.

"Kalau perusahaan asing lebih banyak masuk dan mereka export oriented, kita berikan lebih banyak insentif. Kalau mereka mau bikin pabrik dan target sekian ekspor, baru dikasih insentif," katanya.

Potensi untuk menggenjot ekspor melalui perusahaan asing itu, menurutnya, jauh lebih besar. "Problem kita di hilirisasi. Industri yang prospektif antara lain CPO (minyak kelapa sawit). Hilirisasi CPO kita jauh sama Malaysia, padahal lahan sawit kita lebih besar," pungkasnya. (Nur/E-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya