Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
TIM pengacara dari Amerika Serikat berencana meminta para juri dalam pengadilan tuntutan terhadap The Boeing Company untuk menetapkan kompensasi jutaan dolar AS bagi keluarga korban yang mereka wakili.
Dengan jumlah kru dan penumpang sebanyak 189 orang yang tewas dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT-610, nilai total kompensasi bisa mencapai US$1 miliar (sekitar Rp14 triliun).
Hal itu dikemukakan Manuel von Ribbeck dari firma hukum Ribbeck Law Chartered, dalam keterangan pers, di Jakarta, Kamis (29/11).
Firma hukum Ribbeck Lawa merupakan salah satu mitra yang tergabung dalam grup firma hukum yang mengajukan gugatan kepada The Boeing Company. Mereka mewakili sejumlah keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LKP bernomor penerbangan JT-610 yang jatuh di Teluk Karawang, pada 29 Oktober 2018.
"Nilai total Rp1 miliar ini merupakan hitungan perkiraan apabila juri memutuskan untuk menuntut 5 hingga 10 juta dolar AS per penumpang," imbuh Manuel.
Ia mengingatkan keluarga korban harus sangat berhati-hati sebelum menandatangani sesuatu yang dapat menghilangkan hak mereka dan perlu berkonsultasi dengan pengacara kasus penerbangan yang berpengalaman.
Baca juga: KPU Babel belum Terima Surat Kematian 6 Caleg Korban Lion Air
Menurut Manuel, tim pengacara sering mendapati keluarga korban membatalkan gugatan mereka terhadap terdakwa di AS karena tidak memahami apa yang mereka tanda tangani. Mereka mau saja menerima uang kompensasi yang tidak memadai yang dijanjikan oleh perusahaan penerbangan.
"Kami hadir untuk membantu keluarga korban dalam menjalani proses hukum dengan benar," ucapnya.
Ribbeck Law Chartered dan Hotman Paris hari ini juga menandatangani sebuah perjanjian kerja sama dalam rangka menangani kasus kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 tersebut.
“kami ingin Ribbeck Law yang berbasis di Chicago untuk mewakili semua klien kami yang terlibat dalam kecelakaan pesawat Lion Air. Chicago juga merupakan tempat kantor pusat Boeing berada,” ujar Hotman Paris.
Pesawat Lion Air dengan kode registrasi PK-LKP itu merupakan pesawat produksi Boeing tipe 737 MAX 8. Austin Bartlett dari BartlettChen LLC mengungkapkan tim pengacara penggugat hendak menyelidiki mengapa Boeing tidak melampirkan informasi yang lengkap mengenai sistem MCAS baru ini dalam Flight Crew Operations Manual (Manual Operasi Kru Penerbangan) perusahaan untuk tipe tersebut.
Apabila sistem itu dapat mengabaikan kendali pilot yang sedang menerbangkan pesawat secara manual dan dapat mendorong hidung pesawat ke bawah dengan tajam, The Boeing Company wajib menjabarkan informasi tersebut dengan jelas dalam manual.
Menurut laporan di Wall Street Journal, New York Times, dan sejumlah pemberitaan lainnya, Boeing diduga telah menahan informasi penting mengenai fungsi dan potensi bahaya sistem kontrol penerbangan terbaru ini dari para pelanggannya.
“Kami juga mengikuti hasil evaluasi dari Federal Aviation Administration mengenai perlunya perubahan perangkat lunak atau pun perubahan desain lainnya dalam sistem MCAS pada pesawat Boeing," tutur Bartlett.
Sebagaimana yang sudah disampaikan pada 14 November 2018, lanjut Bartlett, Federal Aviation Administration dan the Boeing Company sedang melakukan evaluasi mengenai perlunya perubahan perangkat lunak atau perubahan desain lainnya untuk pesawat Boeing 737 MAX 8. Hal ini juga meliputi perubahan prosedur operasi dan pelatihan seiring dengan berjalannya penyelidikan yang sedang berlangsung. (RO/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved