Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
GUBERNUR Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyuarakan dampak yang dialami negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dari normalisasi kebijakan moneter negara-negara maju termasuk oleh Amerika Serikat (AS). Hal itu dilontarkan Perry saat pertemuan dengan Ketua Federal Reserve Jerome Powell.
Pertemuan itu digelar di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018, Nusa Dua, Bali, menurut pernyataan resmi BI yang dipublikasikan Sabtu (13/10).
Keduanya membicarakan tentang perkembangan ekonomi global, normalisasi kebijakan moneter di negara maju, serta dampaknya pada negara-negara berkembang.
Dalam kesempatan, itu, Perry menjelaskan mengenai ketahanan perekonomian Indonesia menghadapi dampak rambatan ekonomi global didukung bauran kebijakan yang dilakukan oleh BI bersama Pemerintah Indonesia.
AS merupakan negara yang selama tiga tahun terakhir menerapkan normalisasi kebijakan moneter setelah melakukan pelonggaran dengan menggelontorkan dana segar ke pasar likuiditas global. Normalisasi kebijakan moneter itu diterapkan dengan kenaikan suku bunga kebijakan moneter secara bertahap dan juga normalisasi neraca bank sentral AS.
Akibat normalisasi kebijakan yang dilakukan the Fed, negara-negara berkembang mengalami pelarian arus modal asing dan menderita tekanan nilai tukar. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terdampak, namun kondisi Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara lainnya, seperti Argentina dan Turki.
Sebelumnya, Presiden dan CEO Federal Reserve of New York John C Williams memperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi AS lebih kuat di masa mendatang. Ia melihat Produk Domestik Bruto (PDB) riil Amerika Serikat akan meningkat sekitar tiga persen di 2018 dan 2,5 persen di 2109.
Ia menambahkan laju pertumbuhan ekonomi AS mengarah pada semakin meningkatnya lapangan kerja yang akhirnya menurunkan angka pengangguran. Williams memperkirakan tingkat pengangguran akan turun di bawah 3,5% pada 2019 atau merupakan level terendah dalam 50 tahun terakhir.
Sejalan dengan prospek ekonomi AS yang membaik, tingkat inflasi diprediksi meningkat di atas dua persen. Inflasi yang rendah telah berlangsung selama bertahun-tahun di AS sejak terjadinya krisis keuangan. Tingkat inflasi yang naik ini tidak ditampik memberikan stimulus bagi the Fed untuk menyesuaikan suku bunga acuan.
"Saya terus berharap peningkatan suku bunga secara bertahap akan mendorong ekspasnsi ekonomi AS untuk mencapai mandat atau tujuan ganda," tutur dia, seraya menambahkan bahwa sejak menaikkan tingkat suku bunga dari level nol persen pada Desember 2015, the Fed terus meningkatkan kisaran target hingga antara 2-2%,25%. (Medcom/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved