Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas, Sejumlah Mata Uang Merosot

Fetry Wuryasti
18/9/2018 13:25
Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas, Sejumlah Mata Uang Merosot
(ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

NILAI tukar rupiah terpantau merosot tajam di awal pekan perdagangan ini pascaberita bahwa Donald Trump akan segera menerapkan tarif terhadap US$200 miliar barang Tiongkok.

Analis FXTM Lukman Otunuga mengatakan perkembangan ini menghempaskan harapan negosiasi antara dua ekonomi terbesar dunia, sehingga rupiah dan mata uang pasar berkembang lainnya terkena imbas negatif. 

Pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia menempatkan nilai tukar rupiah pada 14.908 per dolar AS, Selasa (18/9).

Data Asian Development Bank (ADB) menunjukkan secara year to date (Ytd) nilai tukar rupiah menunjukkan depresiasi sebesar -8,9%, lebih dalam daripada Yuan Tiongkok (CNY) -5,11%, won Korea (KRW) -5,27%, dolar Singapura (SGD) -2,62%, kip Laos (LAK) -2,6 dan dong Vietnam (VND) -2,57%.

Namun kondisi depresiasi rupiah masih lebih baik sejak awal tahun daripada peso Filipina (PHP) yang terkoreksi -7,99% , dan kyat Myanmar (MMK) -12,86%.

Lebih lanjut Otunuga mengatakan fakta ekspor Indonesia yang meningkat lebih rendah dari ekspektasi di bulan Agustus juga memperburuk keadaan bagi rupiah.

"Ekspor gagal mencapai ekspektasi karena hanya meningkat 4,15% YoY di bulan Agustus, sedangkan proyeksi adalah 10%, dan impor melonjak 24,65% di bulan yang sama," jelas Otunuga.

Namun di sisi positifnya, defisit perdagangan menurun menjadi US$1,02 miliar di bulan Agustus, sekitar setengah dari data Juli yaitu US$2,03 miliar.

Data Bank Indonesia, Senin (17/9), menunjukkan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2018 mencatat defisit US$1,02 miliar, menurun dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 2,01 miliar.

"Perbaikan tersebut ditopang oleh kinerja neraca perdagangan nonmigas yang kembali mengalami surplus. Dengan perkembangan tersebut, secara kumulatif Januari-Agustus 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit 4,09 miliar dolar AS," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Agusman.

Neraca perdagangan nonmigas pada Agustus 2018 mencatat surplus US$0,64 miliar,setelah pada bulan sebelumnya tercatat defisit US$0,78 miliar.

Perbaikan neraca perdagangan nonmigas dipengaruhi penurunan impor nonmigas sebesar US$1,84 miliar (mtm), terutama karena turunnya impor mesin dan pesawat mekanik, besi dan baja, kendaraan dan bagiannya, bahan kimia organik, serta plastik dan barang dari plastik.

Di sisi lain, ekspor nonmigas turun US$0,43 miliar (mtm), bersumber dari turunnya ekspor bahan bakar mineral, bijih, kerak, dan abu logam, karet dan barang dari karet, kertas/karton, dan berbagai produk kimia.

"Secara kumulatif Januari-Agustus 2018, neraca perdagangan nonmigas mencatat surplus sebesar US$4,27 miliar dolar," tambahnya.
 
Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas tercatat lebih besar karena naiknya impor migas. Defisit neraca perdagangan migas pada Agustus 2018 tercatat US$1,66 miliar, lebih besar dari US$1,23 miliar pada Juli 2018.

Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh naiknya impor migas sebesar US$0,39 miliar (mtm), terutama impor minyak mentah. Di sisi lain, ekspor migas tercatat turun US$0,05 miliar (mtm) akibat turunnya ekspor hasil minyak dan gas.

Secara kumulatif Januari-Agustus 2018, neraca perdagangan migas mengalami defisit US$8,36 miliar, lebih tinggi dari defisit pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$5,40 miliar.

"Bank Indonesia memandang defisit neraca perdagangan Agustus 2018 sejalan dengan masih kuatnya aktivitas ekonomi domestik, termasuk kegiatan produksi dan investasi. Ke depan, kinerja neraca perdagangan diperkirakan membaik sejalan dengan konsistensi bauran kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia dan sejumlah langkah yang ditempuh Pemerintah untuk mendorong ekspor dan mengendalikan impor," tukas Agusman.

Ekspektasi Menguat
Selanjutnya Otunuga menjelaskan walau begitu, rupiah yang berulang kali melemah sepertinya akan meningkatkan ekspektasi bahwa Bank Indonesia akan meningkatkan suku bunga bulan ini demi membantu rupiah.

Kenaikan suku bunga BI dapat mengangkat rupiah di jangka pendek, arah pergerakan rupiah tetap dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal seperti ketegangan dagang global dan spekulasi kenaikan suku bunga AS.

Optimisme bahwa kenaikan suku bunga Bank Sentral Turki dan Bank Sentral Rusia pekan lalu dapat mengajak investor untuk berinvestasi di pasar berkembang semakin tipis pada awal pekan ini.

Sejumlah mata uang pasar berkembang melemah terhadap dolar AS, karena berbagai ketidakpastian eksternal terkait ekonomi global membuat investor ragu membeli mata uang pasar berkembang pada level saat ini.

"Karena ketidakpastian eksternal ini bersifat tak pasti, misalnya ketegangan perdagangan, kita sulit memegang berita yang beredar di saat kita mencapai titik balik untuk pasar berkembang,"

Ketidakpastian eksternal tetap tinggi, dan hingga ada indikasi yang konsisten bahwa ketidakpastian ini mulai mereda.

"Sepertinya investor akan lebih menyukai pendekatan berhati-hati sehubungan dengan aset pasar berkembang," tukas Otunuga. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya