Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Ini Cara Presiden Antisipasi Rupiah yang Makin Terperosok

Rudy Polycarpus
05/9/2018 12:45
Ini Cara Presiden Antisipasi Rupiah yang Makin Terperosok
(ANTARA)

PRESIDEN Joko Widodo mengatakan sudah melakukan antisipasi guna menahan laju pelemahan rupiah.

Menurut Presiden, hal utama yang harus dilakukan ialah memperkuat koordinasi di sektor fiskal, moneter, industri, dan para pelaku usaha.

"Saya terus melakukan koordinasi di sektor fiskal, moneter, industri, pelaku-pelaku usaha. Saya kira koordinasi yang kuat ini menjadi kunci sehingga jalannya itu segaris semuanya. Dan kuncinya ada dua, investasi dan ekspor yang meningkat," ujar Jokowi di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/9).

Upaya mengurangi defisit transaksi berjalan yang diputuskan pemerintah antara lain menekan impor dan mendorong laju ekspor.

Berdasarkan Neraca Pembayaran Indonesia yang dirilis Bank Indonesia, defisit transaksi berjalan triwulan II-2018 sebesar US$8 miliar atau 3% PDB.

Presiden mengatakan langkah awal guna menekan defisit transaksi berjalan telah ditempuh dengan kewajiban penggunaan solar bercampur minyak kelapa sawit 20% (B20).

Kebijakan itu diyakini bisa menghemat US$5-6 miliar. Sedangkan langkah lainnya ialah meningkatkan kandungan dalam negeri guna menekan impor. Ia meminta hal tersebut bisa dirampungkan dalam jangka waktu setahun.

"Ini yang saya sampaikan baik kepada kementerian, kepada swasta, maupun kepada BUMN agar local content diperhatikan. Kalau kita bisa pakai semuanya komponen dalam negeri, akan ada penghematan US$2-3 miliar," imbuhnya.

Pada kesempatan itu, Presiden turut mengomentari depresiasi rupiah yang semakin dalam. Hingga berita ini rupiah tertekan oleh dolar AS hingga ke titik Rp14.930.

Menurutnya, faktor eksternal juga turut memengaruhi. Faktor eksternal itu antara lain, kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat, perang dagang antara AS dan Tiongkok, serta krisis keuangan yang terjadi di Turki dan Argentina.

"Kita semuanya tahu bahwa tidak hanya Indonesia yang terkena pelemahan kurs. Ini faktor eksternal yang bertubi-tubi. Baik berkaitan dengan kenaikan suku bunga di AS, perang dagang AS dan Tiongkok, serta krisis di Turki dan Argentina," pungkasnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya