TUMPUKAN limbah kayu tertata rapi pada salah satu sudut ruang kerja Tim Peneliti Pengolahan Kimia dan Energi Biomassa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di Bogor. Sebuah tungku besar beratap kerucut bersifat permanen berdiri kukuh di bagian tengah ruangan, sementara di sisinya terdapat dua drum bercerobong dengan kapasitas 200 liter yang dilengkapi pipa panjang serta keran di ujung pipa.
"Kedua alat tersebut berguna sebagai pengolah limbah kayu. Jika pada tungku kerucut dihasilkan serbuk arang, dengan alat berupa drum dan pipa dihasilkan cairan yang disebut cuka kayu atau cuka arang," jelas peneliti Kementerian LHK, Djeni Hendra, Kamis (22/10). Djeni bersama dengan beberapa rekan lainnya, termasuk Gustan Pari, tidak membatasi penggunaan jenis kayu tertentu. Yang terpenting berupa limbah agar tidak merusak lingkungan.
Drum tersebut mampu menampung potongan limbah kayu sebanyak 60 kg. Pada bagian bawahnya dibuat beberapa lubang. Bagian bawah itu pula yang nantinya menjadi tempat pembakaran. Setelah asap yang keluar sudah pekat, barulah cerobong ditutup dan api dimatikan. Dalam proses ini pembakaran di dalam drum tetap berlangsung. Hanya saja, asap yang semula keluar akan masuk ke pipa kondensor dan didinginkan sebanyak dua kali.
"Sisa yang kental kami sebut ter, sementara yang cair itu disebut cuka kayu atau cuka arang," tambah Djeni sembari memperagakan proses pembakaran limbah di kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Kementerian LHK di Bogor. Proses pembakaran hingga mengalami perubahan menjadi cair membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam.
Penyubur dan penghalau hama Kelompok Wanita Tani (KWT) Dewi Sri Bojongpicung, Cianjur, Jawa Barat, sudah menerapkan inovasi cuka kayu sejak 2009. Dengan didampingi fasilitator, kelompok tersebut mampu memproduksi cuka kayu sebanyak 10-20 liter. "Dulu usir hama dengan membakar sekam, ada sisa pembakaran berupa abu yang menempel di daun bahkan bulir padi. Nah alternatifnya dengan menggunakan semprotan cuka kayu, 1 mililiter (ml) cuka kayu dicampur dengan 100 ml air lalu semprot ke daun," ungkap Gustan Pari, peneliti satu tim dengan Djeni Hendra. Gustan menyebut takaran tersebut tidak bisa diganggu gugat agar tidak membahayakan tanaman. Tak hanya padi, tanaman sayur dan buah pun bisa disemprot cairan cuka kayu.
Untuk bahan baku, Gustan menyebut apa pun yang mengandung selulosa dan lignin bisa dijadikan cuka kayu, contohnya tempurung kelapa dan sawit. Jika limbah berupa serbuk kayu atau serbuk gergaji, pembakaran akan menghasilkan serbuk yang bisa dicampur menjadi kompos untuk tanah yang sudah rusak. "Hanya saja tunggu sekitar lima tahun, bisa dipakai kembali. Mengenai proses pembakaran yang asapnya membubung keluar, itu sekitar 25% saja. Kalau tidak dikeluarkan sedikit, akan mati proses pembakaran di dalam drum," imbuh Gustan. (Wnd/M-3)