Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Keindahan Kata dalam Kisah Pilu Salim dan Birni

Putri Rosmalia
27/11/2021 07:10
Keindahan Kata dalam Kisah Pilu Salim dan Birni
Cover buku Kisah yang Pilu untuk Kita yang Ragu.(Dok. Sigi Kata)

PENULIS kelahiran Sumatra Barat, Boy Candra, kembali hadir dengan novel terbarunya, Kisah yang Pilu untuk Kita yang Ragu. Masih dengan ciri khasnya, Boy menghadirkan novel bertema kisah cinta sepasang sejoli dengan pahit manis drama di dalamnya.

Pada novelnya kali ini, Boy mengisahkan sosok pemuda bernama Salim yang terjebak dalam hubungan tak jelas dengan seorang perempuan bernama Birni. Salim dan Birni merupakan sahabat dekat saat SMA. Mereka berdua sebenarnya sama-sama menyimpan perasaan terhadap satu sama lain, tetapi tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan dan menjalin hubungan lebih jauh.

Kedekatan keduanya harus berakhir karena Birni pindah sekolah dan pergi tanpa jejak meninggalkan Salim. Selama bertahun-tahun mereka terpisah hingga akhirnya suatu waktu tanpa sengaja kembali bertemu.

Pertemuan kembali keduanya kemudian membawa kisah baru yang indah, tetapi juga rumit bagi keduanya. Salim yang sudah lebih berani terbuka tentang perasaannya pada Birni harus menahan diri karena ternyata Birni sudah memiliki kekasih.

Namun, di sisi lain, meski sudah memiliki kekasih, Birni tetap kerap berusaha berhubungan dan menjaga kedekatan dengan Salim. Kondisi itu membuat keduanya berada pada keadaan yang canggung dan menyakitkan. Hingga akhirnya Birni harus menentukan pilihan dan Salim harus menerima apa pun keputusan Birni.

Seperti judulnya, buku ini menceritakan perjalanan yang tak mudah bagi Salim karena keraguannya dalam mengungkapkan perasaan pada Birni sejak awal. Begitu juga sebaliknya. Keraguraguan membuat kebahagiaan yang mungkin saja bisa mereka dapatkan jadi sulit digapai.

Dengan total 223 halaman, novel ini merupakan bacaan ringan yang dapat dengan mudah diselesaikan. Tidak ada masalah yang terlalu rumit dalam kisah Salim dan Birni yang menjadi tokoh utama.

Kisah keduanya merupakan hal yang mungkin tak asing dan juga banyak dialami oleh anak-anak muda lainnya. Itu menjadi salah satu hal yang membuat novel ini jadi lebih terasa dekat dan mungkin relevan dengan kehidupan banyak orang.

Selain kisah cinta Birni dan Salim, permasalahan juga dihadirkan lewat perjalanan hidup kedua tokoh. Baik Birni maupun Salim sama-sama diceritakan sebagai anak muda dengan perjalanan hidup yang tak mudah.

Salim merupakan sosok pemuda yang mandiri. Kemandiriannya tumbuh karena keadaan yang memaksanya demikian. Sang ayah meninggal dunia sejak ia masih remaja. Ia tak bisa mengenyam bangku kuliah seperti temanteman seangkatannya. Berbekal tekad kuat dan kemampuan dalam menjalankan usaha daring, Salim kemudian membuka bisnis.

Sementara itu, Birni merupakan sosok perempuan muda yang berasal dari keluarga mapan. Namun, ia harus mengalami penderitaan karena orang tuanya berpisah dan ia diabaikan. Sejak remaja ia terpaksa tinggal hanya dengan kakek dan neneknya.

Meski tak lagi tinggal dengan sang ayah, Birni tetap harus menjalani hidup sesuai aturan yang dibuat ayahnya, termasuk soal memilih kekasih.

Perpaduan antara masalah percintaan dan konflik dalam keluarga membuat novel ini seperti paket lengkap bacaan untuk kalangan remaja dan anak muda, ketika perjuangan menjajaki kehidupan yang lebih mapan baru saja dimulai.

Dalam novel ini, Boy Candra banyak menyelipkan kutipankutipan indah dengan pemilihan diksi dan kalimat yang menyentuh. Hampir di setiap halaman penulis menghadirkan kalimat yang sarat akan makna dan nasihat yang menarik untuk direnungkan.

“Apa iya, perasaan harus diperj uangkan? Apa iya dia kembali untukku? Ataukah yang pernah pergi selayaknya dibiarkan pergi saja lagi?” halaman 19.

Selain terangkai sebagi bagian dari jalannya cerita, kutipankutipan tersebut juga terdapat pada beberapa halaman terpisah. Khususnya pada bagian akhir bab sebagai pemisah dengan bab selanjutnya.

Melalui novel ini, Boy Candra seakan kembali menegaskan keahliannya dalam membuat kalimat-kalimat indah yang singkat, tetapi mendalam. Seperti halnya yang terdapat pada bukubuku sebelumnya dan juga media sosialnya.

Selain kutipan, terdapat juga ilustrasi yang melengkapi kisah Salim dan Birni dalam novel ini. Meskipun tak banyak, ilustrasi menambah variasi visual dari novel dan membuatnya jadi tak monoton.

 

 

Jakarta

Sudut pandang yang gunakan penulis dalam novel ini ialah orang pertama dengan kata ganti Aku. Seluruh cerita ditampilkan dari sudut pandang Salim sang tokoh utama. Sementara itu, latar cerita dalam novel ini ialah kehidupan urban di kota Jakarta.

Lewat penggambaran kehidupan Salim, Boy Candra juga banyak menyelipkan pikiran kritisnya tentang kehidupan di Jakarta yang kompleks dan tidak mudah. Salah satunya lewat kehadiran tokoh Abay.

Abay merupakan sosok remaja yang sudah hidup sebatang kara sejak masih anak-anak di Jakarta. Ia bekerja sebagai pengamen jalanan dan tak mengenyam bangku sekolah.

Lewat Abay, Boy memberi gambaran tentang kerasnya perjuangan banyak orang menjalani kehidupan di tengah pesatnya pertumbuhan kota Jakarta.

Ia juga seakan ingin menyuarakan bahwa mereka yang hidup di jalanan tak selamanya buruk dan harus dijauhi. Tak sedikit dari mereka yang tetap memiliki integritas dan kepedulian terhadap sesamanya.

“Aku menjawab salamnya sembari menarik lagi uluran lenganku yang masih memegang uang. Ada perasaan asing mendapati momen itu. Bagaimana mungkin bocah pengamen yang seharusnya butuh uang dan menerima uang pemberianku malah menolaknya dengan sopan? Abay memberiku pelajaran hari ini; hidup memang butuh uang, tapi nggak semua uang harus kita ambil,” halaman 29.

Penggambaran peliknya kehidupan di Jakarta juga dihadirkan lewat beberapa adegan lain dalam cerita. Di antaranya ketidaknyamanan Salim ketika ojek pangkalan yang ditumpanginya menaiki trotoar untuk menerobos macet. Namun, di sisi lain ia juga tak memilih protes karena sudah putus asa terjebak kemacetan dan harus segera bekerja.

Begitu juga cerita ketika Salim kehilangan sepeda motor peninggalan sang ayah. Di tengah kesedihannya itu, ia memutuskan untuk pasrah karena tak yakin akan ada dampaknya jika ia melaporkan kasus kehilangannya pada pihak kepolisian.

Tak sedikit juga nasihat tentang berbagai hal dalam kehidupan diselipkan Boy Candra dalam novel ini. Tak hanya yang terkait dengan kisah hidup tokoh, tetapi juga masalah kehidupan lain secara umum.

“Sal, enggak ada satu benda pun di dunia ini yang harus kita keramatkan. Enggak ada benda yang benar-benar istimewa meski kita sudah melalui banyak hal bersamanya. Semua yang kita miliki hari ini hanyalah titipan. Jangankan motor, Sal, ayahmu saja diambil tuhan,” halaman 109.

Bagi yang tengah merintis bisnis. Membaca novel ini juga dapat menambah ilmu dan referensi untuk memertahankan hingga mengembangkan bisnis. Ilmu bisnis tersebut dapat diambil dari cerita tentang profesi Salim yang diceritakan sebagai pemilik usaha kecil pakaian secara daring.

“Butuh admin dan satu orang yang bisa kamu delegasikan wewenangmu kalau semisal tidak bisa terjun langsung. Jangan mengandalkan dirimu saja. Di dunia bisnis, kita selalu butuh orang lain untuk memperpanjang lengan untuk memperbanyak langkah kita. Ingat, tidak ada satu bisnis besar mana pun yang hanya dikerjakan oleh satu orang, mereka akhirnya selalu butuh tim yang kuat dan solid,” halaman 89.

Meski lebih banyak menghadirkan dialog yang menyentuh hati, pada beberapa bagian Boy Candra juga berhasil menghadirkan tawa pembaca lewat beberapa lelucon yang dijadirkan. Salah satunya lewat guyonan khas bapak-bapak atau yang akrab disebut dad jokes.

“Jangan lupa, selain bisnis, cari calnis juga,”

“Apaan itu calnis?” tanyaku heran.

“Calon istri, hahaha,” Pak Muhammad Ali tertawa sendiri dengan lawakannya. Halaman 84.

Secara umum, novel Boy Candra kali ini merupakan bacaan yang ringan dan sangat relevan dengan kehidupan banyak anak muda di era saat ini. Mulai kisah percintaan, hingga profesi yang tak sedikit dijadikan pilihan oleh masyarakat di era teknologi.

Meski tidak ada konflik mendalam yang dihadirkan, kisah Salim dan Birni tetap dapat membawa pembaca hanyut dalam kesenangan dan kesedihan di saat yang bersamaan. Akhir kisah keduanya juga akan menimbulkan kegeraman sekaligus kelegaan bagi pembaca yang sejak awal bertanya bagaimana romansa mereka akan berlanjut. (M-2)

______________________________________________________________________________________________________

Judul: Kisah yang Pilu untuk Kita yang Ragu

Penulis: Boy Candra

Penerbit: Sigi Kata

Terbit: Oktober 2021

ISBN: 978-623-94545-9-3



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya