Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kegelisahan Ziggy dalam Dongeng yang tidak Biasa

Putri Rosmalia
13/11/2021 07:05
Kegelisahan Ziggy dalam Dongeng yang tidak Biasa
Cover buku Kita Pergi Hari Ini atau Tempat-tempat Indah dalam Mimpi-mimpi Anak-anak Baik-baik(Dok. PT Gramedia Pustaka Utama)

PENULIS Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie seperti tak pernah kehabisan ide untuk menulis cerita dengan sudut pandang anak-anak yang unik dan kadang di luar dugaan. Kali ini kemahirannya mendongeng kembali terbukti lewat novel terbarunya Kita Pergi Hari Ini atau Tempat-tempat Indah dalam Mimpi-mimpi Anak-Anak Baik-Baik.

Memiliki dua judul sebagai alternatif, sejak awal Ziggy seperti menegaskan kebebasan dalam menginterpretasikan setiap kisah dan percakapan dalam novelnya bagi pembaca. Ajakan bagi pembaca untuk berimajinasi dengan membaca novel ini telah dihadirkan sejak sangat awal lewat judul dan ilustrasi sampul muka buku.

Novel ini secara garis besar menceritakan tentang lima tokoh anak bernama Mi, Ma, Mo, Fifi, dan Fufu. Kelimanya melakukan perjalanan tak biasa yang seru juga menegangkan bersama seorang pengasuh bernama Nona Gigi.

Mereka mengikuti ajakan Nona Gigi untuk pergi berpetualang ke suatu pulau bernama Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Di sana mereka mengunjungi berbagai tempat yang juga tak biasa seperti naik kereta air dan hadir di pertunjukan Sirkus Sendu.

Bayangan kelima anak tersebut akan perjalanan yang menyenangkan rupanya tak berjalan mulus. Selama berada di Kota Terapung Kucing Luar Biasa mereka menemukan fakta-fakta mengejutkan. Fakta yang membuat mereka sangat ketakutan hingga berusaha dengan sekuat tenaga kabur dan pulang ke rumah.

Dihadirkan dengan nuansa dongeng anak yang kental, tokoh-tokoh dalam novel ini juga tak terbatas hanya manusia. Nona Gigi diceritakan merupakan seekor Kucing Luar Biasa yang hadir untuk membantu manusia ketika mengalami kesulitan.

Tokoh-tokoh lain juga dimunculkan dalam penggambaran yang tak lazim, seperti Kolonel Jagung, Pelikan Pos, hingga Kucing Petugas Sampah. Hewan-hewan tersebut dihadirkan sebagai tokoh yang memiliki kemampuan seperti manusia serta keahlian-keahlian lain yang mungkin hanya ada di khayalan seorang anak.

“Di suatu tempat di dunia, ada jenis Ku cing Luar Biasa, atau Ku cing. Kucing-kucing yang tidak mengeong, dan bisa membuat kue sendiri. Kucing-kucing ini keberadaannya hanya diketahui oleh wanita yang suka menggunakan kepala mereka, seperti Ibu Mo, dan Ibu Ibu Mo, Ibu Ibu Ibu Mo.

Selain dari personifikasi hewan yang dihadirkan layaknya manusia, gaya khas cerita dongeng juga dihadirkan lewat karakter tokohtokoh yang berseberangan satu sama lain. Misalnya karakter Ma sebagai anak yang manis dan Mi yang diceritakan sebagai seorang anak yang sangat nakal.

Novel ini juga dibawakan penulis dengan latar yang sangat variatif. Pada beberapa bagian, ia menghadirkan kesan latar cerita seolah berada di perkempungan Nusantara. Pada bagian lain, latar cerita seakan berpindah ke belahan dunia lain di Eropa.

Pada bagian awal, diceritakan tentang sebuah kota bernama kota Suara yang sangat bising akibat banyaknya anak-anak di sana. Membaca bab Kota Suara, kita akan bisa membayangkan sebuah kondisi wilayah dengan penduduk yang sangat padat dan berada dalam kemiskinan.

Ketika membaca kondisi tersebut, pembaca akan menemukan kecocokan dengan banyak wilayah di Indonesia di periode generasi baby boomers atau periode awal kemerdekaan. Namun, bayangan itu akan seketika menghilang ketika melihat ilustrasi yang dihadirkan pada beberapa bagian buku. Salah satunya ilustrasi sebuah rumah dengan bentuk bangunan ala rumah di permukiman wilayah Eropa seperti di dongeng barat.

Pada beberapa bagian cerita, memang dihadirkan ilustrasi unik yang memiliki karakter mirip seperti yang ada di sampul buku. Ilustrasi tersebut akan membantu pembaca lebih dalam masuk ke dalam cerita dan berimajinasi tentang petualangan yang dilakukan oleh kelima tokoh anak tersebut.

Meski tak banyak, kehadiran ilustrasi membuat nuansa dongeng dalam novel ini menjadi lebih kuat. Kehadiran ilustrasi membuat pembaca akan lebih mudah membayangkan maksud penulis lewat jalan pikiran anak-anak yang kadang berlompatan terlalu jauh dari yang ada di kenyataan.

Seluruh cerita dalam novel ini dihadirkan lewat narasi berdasarkan sudut pandang anak-anak. Mi, Ma, Mo, Fifi , dan Fufu masingmasing memiliki porsi dalam mengungkapkan apa yang ada dalam kepalanya. Sudut pandang itu membuat gaya penuturan juga sangat khas anak-anak yang kerap memiliki berbagai pertanyaan dan khayalan tanpa batas.

 

 

Kritis

Meski menceritakan petualangan yang dilakukan oleh anak-anak, novel ini juga sarat akan pesan dan pandangan kritis sang penulis. Uniknya, semuanya disajikan dengan gaya penuturan anak-anak yang polos tetapi tetap tajam.

Berbagai permasalahan dan isu dalam kehidupan orang dewasa tak sedikit disertakan dalam percakapan maupun narasi pikiran setiap tokoh. Isu ditulis dengan menggunakan beberapa perumpamaan yang masuk akal untuk muncul dalam pikiran seorang anak.

Pada bagian awal dihadirkan tentang isu kemiskinan masyarakat desa yang tergerus oleh pembangunan. Mereka tak lagi bisa mengandalkan apa yang ada di alam sekitarnya untuk bertahan hidup.

“Sayangnya ketika Kota Suara telah melupakan namanya, semua uang yang tersedia di dasar laut sudah diambil oleh para perompak, uang di bawah tanah diambil oleh para perampok, dan uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu yang jahat,” halaman 4.

Isu lain yang juga dihadirkan penulis dengan mencolok ialah tentang perlindungan satwa yang kerap gagal dilakukan oleh manusia.

Sebaliknya manusia justru berperan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap terpuruknya kehidupan satwa di alam liar.

Pendangan itu dihadirkan pada bagian yang menceritakan tentang Sirkus Sendu. Sebuah acara yang dihadiri Mi, Ma, Mo, Fifi , dan Fufu dalam perjalanan menuju Kota Terapung Kucing Luar Biasa.

“Tapi yang paling parah dan benar-benar parah, dialami oleh pengunjung sebelah barat, yang akan selalu mengingat bagaimana macam-macam binatang dibuat menjadi macam-macam makanan di depan mata mereka,” halaman 88.

Bahkan, pada bagian akhir cerita yang menegangkan, penulis tetap menyelipkan kegelisahannya akan keserakahan manusia yang tanpa henti terus mengeksploitasi alam di sekitarnya. Penghuni Kota Terapung Kucing Luar Biasa dapat dikatakan mewakili manusia yang serakah dalam menjalani hidup dan melakukan pembangunan.

“Seluruh kota dihancurkan, kata mereka. Lalu dibangun ulang, dari apa yang bisa mereka temukan. Pertama-tama pakai tanah dan atau kayu, lalu batu. Lama-lama, mereka lihat yang paling bagus adalah pakai gigi. Gigi yang paling bagus adalah gigi remaja yang waktu kecilnya tidak banyak makan permen,” halaman 149.

Isu lain juga dihadirkan penulis secara tersirat lewat karakter dan penokohan. Lewat karakter tokohtokoh yang ada, penulis seakan i ngin menyuarakan masih lazimnya stigma tentang gender di masyarakat. Seperti seorang anak perempuan yang kerap dituntut untuk selalu bersikap manis dan feminin, sedangkan anak laki-laki harus selalu bersifat keren dan berani.

Hal lain yang membuat novel ini makin unik ialah kehadiran catatan kaki fiktif yang dikarang oleh penulis. Catatan kaki fiktif itu seakan memperkuat cerita khayalan para tokoh.

“Studi Kasus Korelasi Warna Senter dan Keselamatan Gugus Penyelamatan Saudara-saudara Keren di Bekas Gerbong Kereta di Tengah-tengah Bukit di Balik Padang Rumput yang Penuh Kotoran Domba di Malam Hari dari Tim Riset Universitas Mahalamat telah diterbitkan di tahun 5411 oleh PT Sukau Ang,” catatan kaki halaman 154.

Karya Ziggy kali ini akan membawa pembaca pada dunia imajinasi yang tak terbatas. Novel ini akan mengajak pembaca kembali menyelami piliran dan khayalan di masa kanak-kanak yang mungkin sudah mustahil diciptakan dalam keseharian.

Meski awalnya mungkin sedikit membingungkan karena banyaknya tokoh yang tak lazim, memasuki bagian tengah hingga akhir cerita, pembaca akan mulai menemukan keseruan yang menegangkan. Kejutan demi kejutan dalam rangkaian cerita membuat sulit untuk tidak langsung menghabiskan novel ini dalam satu sesi baca. Apalagi, jumlah halamannya relatif tidak begitu tebal, 182 halaman. Bagian akhir novel ini juga akan membuat pembaca bertanya-tanya tentang kejadian sebenarnya yang dialami kelima tokoh anak dalam cerita. (M-2)

_________________________________________________________________________

Judul: Kita Pergi Hari Ini atau Tempat-tempat Indah dalam Mimpi-mimpi Anak-anak Baik-baik

Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

ISBN: 978-602-06-5747-9

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya