Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

Perlu Ada Katalog Lokasi Syuting di Jakarta

Fathurozak
29/8/2021 11:10
Perlu Ada Katalog Lokasi Syuting di Jakarta
Sesi panel Find You Perfect Spot: Jakarta Shooting Location dalam rangkaian Jakarta Metaverse, Sabtu, (28/8/2001(Tangkapan layar zoom)

SALAH satu kota di dunia yang sangat populer menjadi lokasi syuting adalah New York, AS. Tentu selain berbagai dukungan kebijakan regulasi seperti pajak rendah bagi perusahaan produksi film, juga karena setiap sudut kotanya menyimpan dan menawarkan berbagai latar natural film dengan regulasi yang jelas.

Berkaca dari New York, memang saat ini DKI Jakarta juga sudah kerap dijadikan sebagai lokasi pengambilan gambar untuk film bagi para sineas dalam negeri. Pemerintah DKI juga sudah melayaninya lewat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Tapi, dari pengalaman sutradara Riri Riza ada beberapa kawasan di DKI yang secara perizinannya juga cukup berbelit. Ia mencontohkan misalnya kawasan SCBD di Sudirman, dan Kemayoran, Jakarta Pusat.

“Di Jakarta ada beberapa bagian kota yang ‘tidak dimiliki’ kota ini. Misalnya di Kemayoran, di SCBD. Sudah urus izin ke yang berwenang, tetapi untuk masuk dan taruh kamera di satu tempat harus punya izin dari otorita lain yang mengurus. Kalau Disparekraf Jakarta mau berperan, bisa bantu pada hal yang demikian,” kata Riri pada sesi panel Find You Perfect Spot: Jakarta Shooting Location dalam rangkaian Jakarta Metaverse, Sabtu, (28/8).

Riri yang juga pernah punya pengalaman syuting di New York pun kemudian mengungkapkan aturan perizinan untuk tempat publik di kota tersebut sudah jelas, dan punya alur perizinan yang baik. Selain itu, biasanya juga akan dibantu dengan beberapa asosiasi pekerja film untuk membantu produser dalam memproduksi suatu film.

Desainer produksi Adrianto Sinaga dalam kesempatan sama menambahkan, sebenarnya Jakarta punya potensi yang cukup kaya sebagai lokasi syuting film. Namun, potensi itu biasanya memang kerap berhubungan dengan regulasi. Bagaimana suatu kota bisa diakses dengan mudah, seperti urusan perizinan syuting.

“Punya banyak lokasi bagus tapi susah (izni). Msial negara kayak Malaysia, kalau mau syuting di tempat publik itu tidak pernah dikenai biaya. Baru ketika masuk properti swasta perlu ada izin. Ini adalah tentang kemudahan pembuat film dalam berproduksi. Salah satu yang menurutku penting adalah bagaimana ada surat izin yang valid untuk semua akses,” kata Adrianto.

Riri pun mengungkap gagasannya mengenai perlunya DKI Jakarta memiliki Dewan Film, yang tugasnya mendorong interdependensi antara pemerintah kota dan pembuat film.

“Pelan-pelan, akan ada antusiasme dalam menulis. Semua itu kan datang dari konsep, ide, bagaimana suatu peristiwa bisa terjadi dalam rangkaian yang ada di lokasi-lokasi di suatu kota. Dengan kehadiran Film Council, mereka bisa memberikan nasehat baiknya lokasi syuting diambil di mana.”

Ia juga berkaca pada kebijakan yang ada di Rotterdam, Belanda, yang memberikan kesempatan pendanaan untuk film yang akan diproduksi di kota tersebut. Dengan total setidaknya 75% dari pendanaan dihabiskan di Rotterdam.

“Ketika kota diekspos di film, itu akan tingkatkan nilai kota tersebut. Ya akan terlihat kota itu inklusif dan terbuka terhadap berbagai macam tafsir. Karena suatu kota tidak perlu satu arah melihatnya, dan film bisa tampilkan berbagai dimensi tentang suatu kota.

Riri juga menambahkan, perlunya katalog kota yang berisi direktori lokasi syuting. Sehingga para pembuat film juga bisa merujuk direktori tersebut.

“Memang saya pikir juga bagus sekali kalau ada gagasan dari Disparekraf DKI mau mendukung dan memfasilitasi orang-orang film. Misalnya bisa kerja sama dengan fotografer yang baik, buat katalog untuk bikin referensi, bukan hanya keindahan tapi nuansa. misla kalau mau ambil adegan romantis itu di mana tepatnya.”

“Ya, potensi banyak banget di mana-mana. Misal kalau di festival film itu, ketika ada pameran, yang dipamerkan bukan hanya filmnya. Tapi ada katalog kota yang dibagikan di festival. Seperti film itu syutingnya di mana lokasinya. Dengan ada katalog jadi lebih gampang dan tahu. Misal gang, laut. Katalog yang dibikin oleh kotanya sendiri,” tambah Adrianto.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya