Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Penanganan Yatim Piatu Covid-19 Harus Kontinu

Putri Rosmalia
29/8/2021 06:30
Penanganan Yatim Piatu Covid-19 Harus Kontinu
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti(Dok. Pribadi)

TINGGINYA angka kematian akibat covid-19 menyisakan duka kian mendalam karena banyak anak menjadi yatim piatu. Hingga 20 Juli 2021, Kementerian Sosial yang menyatakan bahwa terdapat 11.045 anak yang menjadi yatim, piatu, atau yatim piatu karena orangtua meninggal akibat covid-19.

Kondisi ini membutuhkan perhatian khusus dari negara. Itu karena bukan masa depan anak yang dipertaruhkan, kelangsungan dan keamanan hidupnya saat ini pun bisa saja terjamin karena tidak adanya wali.

Lalu, bagaimana sistem pendataan, penanganan, serta pandampingan anak-anak yang kehilangan orangtua akibat covid-19 tersebut seharusnya berjalan agar efektif, tepat sasaran, dan berkesinambungan? Berikut wawancara Media Indonesia dengan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, melalui sambungan telepon, Kamis (26/8).

 

Menurut data Kementerian Sosial hingga awal Agustus diperkirakan ada 11 ribu anak yang kehilangan orangtua karena covid-19. Bagaimana tanggapan KPAI terkait dengan kondisi tersebut?

Memang kejadian seperti sekarang banyak anak kehilangan orangtua atau anggota keluarga lain secara mendadak dan berdekatan ini sangat membutuhkan perhatian serius. Dengan tingginya angka kematian pada usia produktif pasti juga diikuti dengan adanya anak-anak berusia di bawah 18 tahun yang kehilangan salah satu atau kedua orangtua. Negara harus hadir untuk menjamin anak-anak itu tertangani dan tidak telantar. Awalnya mungkin banyak orang belum sadar bahwa angka kematian yang tinggi akibat covid-19 di usia produktif ini juga berpotensi menambah jumlah anak-anak yatim, piatu, dan yatim piatu. Sekarang setelah kami suarakan semua harus lebih sadar dan segera bergerak menanganinya.

 

Proses pendataan yang berjalan sekarang apakah sudah akurat dan efektif?

KPAI ini terus memantau proses pendataan yang dilakukan dinas sosial dan pemda. Namun, memang menurut saya saat ini sistem pendataannya masih belum jelas. Karena Kemensos merilis data, tidak sedikit juga pemda yang merilis data sendiri-sendiri. Masih belum jelas sistemnya bagaimana pengumpulannya. Harusnya hanya satu pihak yang merilis data kumulatif.

Misalnya, oleh Kemensos atau Satgas Covid-19 di pusat agar tidak tumpang-tindih datanya. Pemda dan dinas itu tugasnya melaporkan ke pemerintah pusat yang bertanggung jawab mengumpulkan data. Masih lebih mending kalau dobel, kalau ada yang tidak terdata itu lebih bahaya karena jadi tidak terurus.

 

KPAI sempat menyebut akan membuat Sekretariat Bersama Pendataan Anak, bagaimana progresnya?

Iya, itu kami bahas waktu itu kami melakukan Rakornas pada 12 Agustus karena memang pada saat itu data juga belum jelas bagaimana pengumpulannya. Kita bahas bersama salah satunya soal pendataan, itu mau bagaimana dan seperti apa karena jangan sampai ada anak tidak terdata juga jangan sampai ada yang dapat dobel, sementara ada yang tidak dapat apa-apa. Sekarang kami masih terus berkoordinasi dan berkomunikasi soal itu sambil juga tetap berjalan proses pendataannya di lapangan.

 

Dari pemantauan KPAI, bagaimana rata-rata kondisi anak-anak yatim piatu akibat covid-19 di berbagai daerah?

Bersamaan dengan pendataan memang sekarang masih terus dipantau bagaimana kondisinya anak-anak itu, tinggal dengan siapa, sekolah atau tidak, hingga kebutuhan harian, dan kondisi psikologisnya. Misalnya, apakah dia difabel, bagaimana kondisi masing-masing anak tengah didata. Namun, kalau mau mengambil contoh, kita bisa lihat dari kasus yang sempat ramai anak kehilangan orangtua yang terjadi di Gresik dan Kutai. Itu kan menggambarkan bahwa ada yang sangat sulit kondisinya. Kita harus berangkat dari contoh kasus itu dan mengasumsikan bahwa memang anak-anak ini tengah berada dalam kondisi yang membutuhkan perhatian dan bantuan.

 

Apakah sudah ada pendampingan baik secara psikologis maupun bantuan kebutuhan harian?

Itu tentu sudah mulai dilakukan dinas sosial di daerah, juga oleh P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak). Kemensos kan juga sudah mulai menjalankan program pendampingan termasuk untuk psikolgis. KPAI tugasnya akan mengawasi bagaimana program-program tersebut dilakukan. Terutama untuk jangka pandek ini kan terkait dengan terapi psikologis. Mereka itu kan kehilangan kedua orangtua mendadak kan pukulan, anak-anak seperti itu kalau dibiarkan pasti akan ada masalah psikologis, kecemasan, ketakutan, hingga depresi. Pendampingan psikologis harus diberikan diterapi dan dibantu agar mereka tidak merasa sendiri. Artinya kecemasan-kecemasannya harus dihilangkan supaya mereka bisa pulih.

 

Kemensos sebut akan buat program pengambilan hak asuh anak yatim piatu akibat covid-19. Bagaimana pengambilan hak asuh itu sebaiknya berjalan?

Pengasuhan ini kan diutamakan pengasuhan oleh keluarga, jadi kalau ayah ibunya meninggal dilihat apakah mereka ada keluarga yang bisa mengasuh seperti kakek nenek, paman, atau bibi. Nah, ini kan harus ditelusuri dalam waktu singkat. Kalau ternyata tak punya keluarga, kemungkinan akan diadopsi. Itu aturannya di PP No 44 Tahun 2017 tentang Pengasuhan. Di sana diutamakan di basis keluarga. Kalau tidak ada keluarga, bisa adopsi oleh keluarga yang tepat. Kalau tidak ada yang mengadopsi berarti mereka jatuh ke negara, ke negara itu berarti akan ada di panti asuhan sebagai pengasuhan sementara. Jadi panti itu pilihan terakhir, kalau masih ada keluarganya, akan didahulukan.

Kalau keluarganya bukan keluarga yang mampu, berarti anak-anak ini pengasuhan tetap di keluarganya, tapi negara harus menjamin kehadirannya tidak menambah beban keluarga yang mengasuhnya. Mereka harus dapat bantuan berkesinambungan dari misalnya kartu Indonesia sehat, kartu Indonesia pintar, dan program keluarga harapan. Mereka harus dapat bantuan yang berkesinambungan sampai mereka bukan lagi usia anak.

 

Bagaimana menurut Anda program untuk anak-anak yatim tersebut harus dilakukan agar berjalan maksimal, tepat sasaran, dan berkesinambungan?

Kalau telah didaftarkan dalam program KIS, KIP, dan PKH itu sebenarnya sudah otomatis berkesinambungan. Yang harus dipastikan itu adalah keakuratan pendataan. Problemnya kan juga apakah anak-anak ini bisa mengakses. Oleh karena itu, tidak boleh bertele-tele. Administrasinya harus dibantu dan dimudahkan. Disinilah pemerintah daerah harusnya membantu dengan perangkatnya. Misalnya dari kelurahan, permudah dan bantu urusan surat-menyuratnya dengan kerja sama warga atau RT tempat si anak tinggal. Jangan dibuat ribet.

 

Untuk menghindari anak rentan pengabaian atau bahkan eksploitasi bagaimana?

Kalau memang mau diadopsi kan ketika jatuh pada keluarga baru juga harus pakai aturan, itu nantinya akan ada pemantauan oleh dinas sosial selama 6 bulan. Apakah anak ini berada di keluarga yang tepat, bagaimana tumbuh kembangnya, mendapat kekerasan atau tidak. Itu pasti dipantau dinas sosial di daerah masing-masing. Begitu juga kalau diasuh keluarga, itu bisa dilakukan pengawasan berkala melalui perangkat warga seperti kelurahan hingga ke tingkat RT. Hanya memang untuk sekarang fokus ke jangka pendek dulu, yakni pemulihan psikologis dan pengecekan keberadaan serta kondisi mereka saat ini.

 

Secara aturan atau kebijakan yang sudah ada saat ini, apa sudah cukup untuk bisa menangani anak-anak yatim piatu ini akibat bencana atau pandemi?

Betul bahwa memang pandemi ini harus jadi momentum perbaikan kebijakan agar penanganan anak-anak yatim piatu akibat bencana seperti pandemi ini bisa lebih baik. Selama ini, belum ada aturan yang mendetail mengenai penanganan untuk anak-anak yatim piatu yang kehilangan orangtua akibat bencana baik alam maupun nonalam. Jangka panjangnya itu harusnya bisa diatur dengan lebih mendetail di undang-undang. Saat ini di UU Kebencanaan belum ada poin yang membahas soal nasib anak-anak yang menjadi telantar atau kehilangan orangtua karena bencana. Jadi mestinya UU Kebencanaan menyebutkan dengan jelas bahwa jika dalam bencana orangtua meninggal, apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menanggung dan menjamin keberlangsungan hidup mereka.

Bencana itu kan bukan hal baru di Indonesia, setiap tahun hampir selalu ada bencana yang membuat anak-anak kehilangan orangtuanya. Namun, karena mungkin selama ini jumlahnya tak sebesar yang muncul karena covid-19 jadi tidak terlalu terperhatikan. Pandemi ini harus jadi momentum perubahan jangka panjang dari sisi kebijakan, jangan hanya ramai di awal lalu ke depan menguap tanpa adanya perubahan.

 

Bagaimana dengan pemda, apa yang harus mereka lakukan agar perannya lebih maksimal di tengah kondisi ini?

Pemerintah pusat itu kan datanya dari daerah. Daerah harus lebih berperan aktif mendata dan memantau kondisi di daerah masing-masing supaya sinergi dan koordinasinya bisa berjalan baik. Harus jemput bola untuk mendata dan mengurus anak-anak yang kehilangan orangtua akibat covid-19, mulai tingkatan RT, RW, hingga kelurahan harus didorong untuk lebih intens memantau warganya yang terdampak covid-19. Khususnya anak-anak yang kehilangan orangtua atau keluarga yang kehilangan tulang punggung keluarganya. Jadi sebenarnya harusnya tidak sulit asal semua mau berkomitmen bergerak dan bekerja secara aktif dan saling berkoordinasi hingga ke lingkungan masyarakat terdalam.

 

Bagaimana masyarakat harus bersikap dan ikut andil dalam menyikapi masalah ini?

Masyarakat sekitar harus bergerak. Kalau masyarakat bisa membantu dalam jangka pendek, seperti memberi makan. Beri perlindungan psikologis agar tidak ada stigma bagi anak-anak yang juga tengah atau baru pulih dari covid-19. Mereka juga harus mau berperan aktif melaporkan bila ada kasus seperti itu di daerahnya. Karena anak-anak ini harus dibantu dalam jangka Panjang, tak cukup hanya dibantu seadanya dalam jangka pandek. Nanti kalau sudah diatur di UU kebencanaan harapannya jadi lebih jelas lagi skemanya, misalnya, masyarakat bagaimana harus membantunya, ke mana melapornya, dan lain-lain.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya